-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Rini dan Jessica—1
Rini yang Tegar—27
Rini Punya Pacar Baru?—53
Rini.. Maafkan Aku—77
*
Deskripsi
Ray, seorang playboy yang kerap menaklukan wanita hanya sekadar ingin mendapatkan kegadisannya kini bertekuk lutut dengan kesederhanaan dan kepolosan seorang gadis cantik bernama Rini. 2 Keunikan sifat gadis mungil ini dibanding teman-teman ranjang Roy lainnya ialah ia membebaskan Roy ketika ia sudah mulai merasa terikat, dan berusaha tegar dalam menghadapi sikap Roy yang gemar selingkuh. Namun justru karena keunikan ini Roy yang selalu PD dalam menaklukan wanita, justru merasa harga dirinya sebagai play boy runtuh, ya runtuh, ia takluk tak berdaya dengan Rin
*
Pratinjau
Huakk..!”
Muntah, mungkin cara yang terburuk memulai sebuah hari baru. Namun itulah yang kulakukan ketika itu, saat matahari belum juga muncul. Gadis pirang di belakangku menekan-nekan leherku.
“Pelan Ray, pelan..!” bisiknya berulang-ulang.
Aku terengah, mataku berair. Saat itu aku merindukan belaian gadis ‘itu’. Namun kutekan perasaanku kuat-kuat. Kuraih kepala shower dan menyalakannya. Air dingin segera membasuh kepalaku.
“Kamu takut..?” gadis di belakangku berkata lirih, sementara jemarinya masih juga memijat tengkukku.
“I’m fine,” bisikku menundukkan kepala.
Suaraku terdengar serak, mirip suara dari dasar sumur. Titik-titik air jatuh ke dalam bath tub, bersama dengan air liurku. Bagian belakang kepala dan leherku benar-benar sakit sekarang. Aku perlu ‘pain killer’ (obat penghilang rasa salit).
“To.. long.. pil..,” ucapku seraya melirik lemari kaca di atas basin.
Gadis pirang itu melepaskan jemarinya, lalu buru-buru membuka lemari kaca.
“Yang mana..?” ia bertanya bingung.
“Me.. rah.. di.. bo.. botol..,” ucapku terbata.
Pandanganku mulai berputar. Tidak lama kemudian kurasakan kepalaku membentur pinggiran bath tub.
***
Siangnya aku terbangun tiba-tiba saat alarm berbunyi. Rasa pening dan sakit di leherku sudah lenyap, entah bagaimana. Kurasa Jessica sempat memasukkan obat itu ke leherku sebelum otot-ototnya berhenti berkontraksi. Aku tersenyum saat menyadari gadis itu terlelap di atas dadaku. Rambut pirangnya tergerai menutupi wajahnya. Napasnya menghembus lembut. Aku meraih rambutnya dan mengelus. Rambutnya indah sekali, pikirku dalam hati. Gadis itu terbangun saat aku menyentuh pipinya. Ia mengangkat kepala dan menatapku dengan senyum di bibirnya.
“Ja..? Udah bangun..? Je’s takut..,” ia berkata, lalu air mata menitik keluar membasahi pipinya yang putih kemerahan.
Aku tersenyum, lalu menggelengkan kepalaku. “I’m fine. Kamu ngga perlu mengkawatirkanku sampai seperti itu.”
“Tapi, Je’s kira Ja.. udah ngga ada,” katanya kemudian. Aku tertawa mendengarnya.
“Kematian ngga akan menyentuhku sekarang..,” bisikku sambil tersenyum.
Jessica membalas senyumanku. Gadis itu lalu mengangkat tubuhnya dan melumat bibirku.
“Emang kamu malaikat begitu..?” ia berbisik di bibirku. Aku tertawa, “Salah, Setan.”
Jessica melumat bibirku beberapa saat sebelum ia terkekeh dan menarik lepas kaos putih tipisnya. Aku hanya tersenyum menyaksikan ia begitu bernafsu. Jadi kubiarkan saja ia menelanjangi dan menciumi sekujur tubuhku. Lalu kami bercinta lagi.
***
Nia tiba di apartemen sekitar pukul dua siang. Aku tidak heran kalau ia dapat masuk, seingatku memang aku tidak mengunci pintu semalam. Ia menggelengkan kepalanya saat menatap tubuh Jessica yang tergeletak tanpa busana di atasku. Jessica betul-betul kelelahan dengan pekerjaannya sendiri. Sementara aku masih terbangun, melamun dan menikmati hembusan angin AC. Kugerakkan jempolku dan Nia beranjak ke ruang tamu. Mata Jessica sedikit terbuka saat kugeser tubuhnya.
“Ssh..,” bisikku seraya mengecup keningnya.
Gadis itu menggeliat sambil tersenyum. Aku mengangkat tubuhku dari tempat tidur dan meraih celanaku di lantai.
“Aku mencarimu di rumah tadi, tapi tidak ada. Jadi kucari ke sini. Ini, jaketmu tertinggal di rumah. Aku tadi shopping, kupikir sekalian saja aku kembalikan,” Nia berkata saat aku memasuki ruang tamu.
“Oh, sori..,” sahutku sambil memandangi jaket kulit kesayanganku di atas meja, “Tadi aku berpikir membawa Jessica ke rumah, tapi kupikir-pikir lagi, aku lalu membawanya ke sini.”
Nia mengangguk-anggukkan kepalanya, “Eh, Desi mana..?”
“Desi ngga ada,” jawabku sambil melangkah menuju ke bar, “Dia pergi liburan.”
Aku menatap jenis-jenis minuman di rak, bingung harus minum apa. Nia mendadak sudah di belakangku. Gadis itu menarik bajuku ke belakang.
“Sini, biar aku yang mengerjakan,” katanya sambil tersenyum.
Aku hanya tertawa. Tidak berapa lama kemudian Nia sudah terlihat sibuk meracik ini dan itu.
“Siapa itu..? Nia..? Hai..!” kudengar Jessica menyapa dari depan pintu.
Nia menoleh dan tersenyum, “Hai, Jess..!” sapanya.
Jessica lalu melangkah keluar. Gadis itu hanya mengenakan celana dalam dan kaos tipisnya, tanpa bra. Aku tersenyum dan melambai. Jessica mendekat dan segera bersandar manja di dadaku. Nia yang melirik hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Belasan menit kemudian, kami sudah duduk-duduk di ruang tamu dengan gelas berisi Nia’s Fist nama yang diberikan Nia pada ‘mahakarya’-nya itu. Aku dan Jessica bertanya, kemana David. David adalah seorang pria Winchester yang sejak semalam sudah menjadi tunangan Nia. Lalu sambil tertawa Nia bercerita bahwa David tertidur kelelahan di rumahnya, selain kebanyakan minum, juga kebanyakan bercinta. Jessica melirikku dengan senyum simpul. Aku sadar, aku juga terlalu mabuk semalam. Lalu kami berbincang dan tertawa-tawa. Aku sama sekali tidak menduga bahwa tawa dari mulutku hanya sekejap.