-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Tangisan Cintaku—1
Rina dan Wiwik Kekasihku—15
Yuke Gadis Cantik Blasteran—49
Kejutan Untuk Dimas Kekasihku—75
Sori Ya..Aku Nggak Serendah Itu!!”—97
Tangisan Cintaku
Lirikan iri terlihat di wajahku. Hari itu hari valentine, di mana biasanya insan memadu cinta, menyingkirkan duka dan dendam. Semua toko bunga diwarnai oleh bunga rose merah. Tiap pasang berjalan dengan bergenggaman tangan erat. Tetapi kenapa ada perasaan iri yang tidak lari dari hatiku, aku hanya merasa dunia tidak adil. Kenapa hanya orang lain yang boleh merasakan itu semua?
Pesta valentine kali ini meriah sekali, dengan sebuah perayaan sederhana dan acara parodi yang lucu aku merayakan bersama dengan teman-teman. Perayaan ini diadakan oleh sebuah organisasi student indonesia di sini. Mereka yang jauh dari keluarga saling berkumpul dan bersenang-senang sembari mencari kenalan baru. Pada saat itu aku hanya mengenal beberapa di antara mereka saja. Hanya bermodal undangan di email yang kuterima 2 hari sebelumnya aku datang dan ikut bergabung. Mama ikut senang melihat aku ikut kegiatan mereka. Mama ikut meminjamkan gaun yang langsung kutolak. Aku ingin tampil sederhana dan seadanya. Hanya dengan jeans dan sweater merah muda aku merasa tidak berbeda dengan teman-teman yang lainnya.
Pada saat aku datang seorang diri aku menangkap adanya pandangan yang aneh dari ujung, seorang pemuda yang berlipat tangan dan duduk seenaknya tidak melepaskan pandangannya kepadaku. Aku sudah beberapa kali salah tingkah, merasa malu dan takut. Beberapa temen wanita yang sudah kukenal menyambutku dengan senang, sambil menarik tanganku agar aku duduk di sebelah mereka. Tidakk, dalam hati aku tidak ingin menjauhi pemuda itu. Tiba-tiba aku kehilangan bayangannya. Dia hilang entah kemana, hingga waktu perayaan akan dimulai tidak kutemukan dia lagi. Perayaan pun dimulai dan tiba tiba aku disadarkan oleh sebuah paduan suara merdu yang diiringi piano. Dia berada di sana. Dia dengan tubuhnya yang tinggi berada di antara orang yang memadukan suaranya. Selama perayaan itu aku merasa mimpi. Kami saling bertukar pandang dan senyum. Biarpun dia di depan dan aku duduk di belakang tapi aku merasa kalo dia pun bisa melihatku dengan jelas. Demikian denganku, setiap tarikan napasnya bisa kurasakan, setiap nada yang dia nyanyikan pun ikut kunyanyikan. Selesai perayaan, di saat aku mengambil minum dia pun mendekati aku.
“Hi, anak baru yah? Baru datang ke Jerman?”
Aku hanya menjawab dengan senyum simpul. Dia pun melanjutkan lagi,
“Gue Arry, loe siapa namanya?”
Pada saat itu teman-teman yang lain sudah datang mendekati kami, hingga kesempatan itu pun hilang. Tapi di matanya aku bisa menangkap pesan dari Arry, dia menunjuk teras yang terbuka. Akhirnya ketika ada kesempatan akupun keluar ke teras dan melihat ada Arry di sana. Dia menjulurkan tangan kanannya sambil tersenyum, “gue Arry, baru sekarang bisa resmi kenalan, elo siapa?”.
Kubalas juluran tangannya sambil menyebutkan namaku. Itulah awal segalanya. Kami tidak berhenti mengobrol tentang segalanya. Dia pun sedikit malu setelah mengetahui bahwa aku sudah 2 tahun lebih tua. Dia mengira kalo aku berumur sama dengan dia, tapi itu semua tidak menghentikan obrolan kita. Sampai akhirnya waktu juga yang memaksa kita untuk berpisah. Dengan sedikit berjanji bahwa akan selalu kontak dan akan segera bertemu lagi, kami berpisah malam itu. Aku pulang dengan membawa janji dan harapan kecil.
Hari pertama tahun 2015, dingin dan sepi. Mama dan frank sedang liburan. Aku seorang diri di rumah setelah sehari sebelumnya merayakan pergantian tahun baru bersama teman-teman di dekat rumah. Cape, malas, tapi lapar akhirnya aku melangkahkan kakiku ke bawah, mencari sesuatu untuk bisa di makan. Sambil menuang susu di gelas aku menyalakan radio. Tiba-tiba bel rumahku berdering. Dengan perasaan heran aku melangkah ke depan dan melihat Arry berdiri d idepan rumah seorang diri. Kubuka pintu masih dengan perasaan kaget yang belum hilang. Dia menjulurkan tangannya lagi sambil mengucapkan selamat tahun baru dan tangan sebelahnya membawa sebuah kotak makanan.
“Kemaren Arry coba bikin bakwan jagung, kan Nana pernah cerita kalo suka makan bakwan jagung? Tapi jangan marah kalo engga enak ya?”
Aku hanya bisa tertawa, dan membalas uluran tangannya sambil mencium sebelah pipinya mengucapkan selamat tahun baru. Ketika menarik kembali pipiku, tanganku ditariknya lagi,
“kalo orang belanda sun nya harus 3 kali,” katanya sembari melanjutkan acara sun pipi itu.
Ada yang berbeda dari dirinya dibanding teman-teman pria yang kukenal. Dia lugas, jujur, konyol, bawel, dan tidak tahu malu. Hanya 5 hari setelah dia datang ke rumahku dia sudah berani mengucapkan kata cinta, yang saat itu sudah hambar di bayanganku. Di mobilku dia mencoba menciumku dengan gaya ciumannya yang mengingatkanku kepada ciuman pertamaku 7 tahun yang lalu. Cara dia memegang tanganku seakan-akan dia takut bila aku lepas dan lari meninggalkannya. Hingga suatu saat dia meminta lebih dariku.
Sore itu aku mampir ke tempat tinggalnya. Dia hanya mengenakan celana pendek dan kaos menyambutku dengan celotehannya yang ramai. Dia memamerkan video yang baru dia beli, dan memaksaku untuk menontonnya saat itu juga bersamanya. Sambil duduk di lantai, dia meletakkan kepalanya di pangkuanku.
Ketika film setengah berjalan, Arry mencoba untuk menyentuh tubuhku lebih. Dia menggesekkan kepalanya di dadaku, sambil mendesah manja. Dia berbisik, “Na, minta sun donk,”