Asmara Laknat

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 စာအုပ် 40 · Pantera Publishing
၅.၀
သုံးသပ်ချက် 1
E-စာအုပ်
120
မျက်နှာ
အဆင့်သတ်မှတ်ချက်နှင့် သုံးသပ်ချက်များကို အတည်ပြုမထားပါ  ပိုမိုလေ့လာရန်

ဤ E-စာအုပ်အကြောင်း


Datuk Kala Sutera tegak dengan mata berkilat merah dan dagu mengembung. Pelipisnya bergerak-gerak. Mulutnya terkancing rapat. Sosoknya bergetar keras, pertanda hawa kemarahannya hampir saja tidak bisa dibendung. Saat itu suasana gelap akibat sentakan kedua tangannya sudah kembali terang.


Tempat disekitar tegaknya sang Datuk tampak porak-poranda.


Disana sini tanahnya semburat membentuk lobang besar.


Beberapa rumpun bambu terabas rata sisakan abu gosong.


“Dua manusia jahanam itu berhasil lolos. Tapi tidak akan lama!


Dan perempuan tua itu tampaknya bisa mengenali pukulanku!”


mendesis Datuk Kala Sutera dengan mata makin berkilat.


Dalam marahnya dia melihat sosok Dayang Tiga Purnama yang terduduk diatas tanah dengan mata setengah terpejam dan tubuh berguncang.


Datuk Kala Sutera edarkan pandangan berkeliling sesaat. Lalu melompat dan tegak hanya beberapa langkah dihadapan Dayang Tiga Purnama. Si gadis buka kelopak matanya .


Melihat siapa yang ada dihadapannya, dia cepat bangkit berdiri. Tengkuknya jadi merinding tatkala dia tidak lagi mendapati sosok murid Pendeta Sinting dan Nenek Selir.


“Siapa pemuda jahanam itu?!” mendadak Datuk Kala Sutera perdengarkan tanya.


Dayang Tiga Purnama tidak menjawab. Dia hanya memandang dengan tampang dingin, membuat sang Datuk makin marah dan kembali membentak.


“Benar dia bukan Paduka Seribu Masalah?!”


Untuk beberapa lama Dayang Tiga Purnama berpikir. “Ternyata manusia ini berilmu sangat tinggi! Percuma aku meladeninya!


Apalagi urusanku masih terkatung-katung!”


“Aku tanya sekali lagi! Benar dia bukan Paduka Seribu Masalah?!” Untuk kesekian kalinya Datuk Kala Sutera buka mulut bertanya.


“Aku tak tahu! Aku baru mengenalnya!”


“Bagus! Sekarang aku ingin tahu siapa dirimu?!”


Dayang Tiga Purnama menggeleng. “Aku masih punya sesuatu yang harus kuselesaikan. Aku harus segera pergi!” katanya setengah berbisik. Lalu tanpa memandang pada sang Datuk, gadis cantik itu berkelebat. Namun sebelum Dayang Tiga Purnama bergerak lebih jauh, Datuk Kala Sutera sudah melompat dan tahu-tahu sudah tegak menghadang.


“Harap tidak mencari urusan! Aku tidak tahu siapa adanya pemuda itu! Kau sendiri tahu. Aku juga telah ditipunya!”


Dayang Tiga Purnama telah buka mulut.


“Bukan itu yang ku tanya! Aku tanya siapa dirimu adanya!”


Dayang Tiga Purnama tidak menyahut. Sebaliknya hendak berkelebat lagi. Namun lagi-lagi Datuk Kala Sutera sudah mendahului, malah pemuda berjubah hitam itu melompat dan tegak lima langkah dihadapan si gadis.


“Apa maumu sebenarnya?!”


“Kau tidak mau menjawab pertanyaanku… Sebagai gantinya aku menginginkan dirimu!”


Sepasang mata Datuk Kala Sutera langsung menelusuri sekujur tubuh gadis dihadapannya. Dadanya berdebar.


Bibirnya sunggingkan senyum dengan kepala mengangguk.


Di lain pihak, Dayang Tiga Purnama perdengarkan dengusan keras. Kalau saja tidak sadar jika tengah berhadapan dengan orang yang ilmunya sangat tinggi, niscaya dia sudah melompat dan menggebuk mulut orang.


“Ternyata kau bukan saja berparas cantik. Tapi juga bertubuh bagus…” desis Datuk Kala Sutera dengan suara hampir tidak terdengar ditelan deru hembusan nafasnya akibat gelegak nafsu yang membakar dadanya. Tanpa sadar kakinya bergerak mendekat kearah Dayang Tiga Purnama.


“Harap tidak teruskan langkah!” bentak Dayang Tiga Purnama seraya kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Dan karena sadar siapa yang dihadapi, gadis cantik ini. kerahkan hampir segenap tenaga dalamnya hingga sosoknya bergetar keras.


Mendadak Datuk Kala Sutera berhenti. Sepasang matanya menyipit dan membeliak. Kepalanya bergerak pulang balik kedepan ke belakang. Bukan karena kedua tangan si gadis yang siap lepaskan pukulan, namun ternyata tiba-tiba mata sang Datuk melihat perubahan pada sosok gadis dihadapannya!


“Aneh… Apa mataku menipu?!” Datuk Kala Sutera angkat kedua tangannya lalu diusap-usapkan pada kedua matanya.


“Jahanam! Mataku tidak menipu! Dia benar-benar berubah!


Jangan-jangan dia bukan manusia biasa!” Datuk Kala Sutera membelalak dengan kaki tersurut kebelakang.


Mendapati sikap orang, Dayang Tiga Purnama tampak bernapas lega tapi juga heran. “Ada apa dengan manusia ini?


Apa yang terjadi dengan diriku?” Tanpa sadar kepala Dayang Tiga Purnama melirik memperhatikan dirinya sendiri. “Aku merasa tidak ada perubahan… Tapi mengapa dia bersikap aneh…?! Hem… Aku harus tetap berhati-hati. Siapa tahu ini hanya muslihatnya saja!”


Berpikir sampai kesana, meski melihat Datuk Kala Sutera terus memandangnya dengan tampang berubah dan surutkan langkah, gadis ini tetap angkat kedua tangannya keatas siap lepaskan pukulan.


Di lain pihak, mendadak Datuk Kala Sutera mendongak dan bergumam pelan. “Aku pernah mengalami hal seperti ini! Saat itu aku baru saja mendapatkan salah satu cincin dari Sepasang Cincin Keabadian. Aku mengejar seorang perempuan bertubuh sintal berbaju putih yang bersama-sama naik perahu.


Dan mendadak perempuan itu berubah menjadi nenek-nenek berwajah keriput! Peristiwa itu kira-kira enam belas tahun silam…”


Datuk Kala Sutera luruskan kepala ke depan memandang kearah sosok Dayang Tiga Purnama yang ternyata sudah berubah. Bukan lagi terlihat sebagai gadis cantik bertubuh bagus, melainkan berubah menjadi seorang nenek-nenek berambut putih bermuka keriput!


“Apa hubungan gadis ini dengan perempuan yang kukejar pada enam belas tahun silam…?! Aku telah beberapa kali bercinta dengan para gadis. Tapi baru kali ini aku mendapati gadis yang bisa berubah setelah peristiwa enam belas tahun lalu itu!”


Datuk Kala Sutera menatap sekali lagi. Saat lain dengan sentakkan kepala menggeleng-geleng dia putar diri lalu laksana dikejar setan, pemuda berjubah hitam panjang ini mengambil langkah seribu!


Dayang Tiga Purnama luruhkan kedua tangannya dengan paras makin heran. Mungkin karena khawatir ada sesuatu yang berubah pada dirinya, gadis ini sekali lagi pentang mata lalu meneliti sekujur tubuhnya. Belum puas, dia segera pula gerakkan kedua tangan mengusap-usap anggota tubuhnya.


“Aku tidak mendapati ada yang berubah… Tapi mengapa dia ketakutan?!” gumam Dayang Tiga Purnama. Walau dia merasa lega, namun perubahan sikap Datuk Kala Sutera mau tak mau membuat gadis cantik ini dihinggapi ganjalan. Apalagi ketika ingat kembali pada murid Pendeta Sinting.


“Pemuda asing itu… Apa sebenarnya yang dia cari?! Apakah benar tuduhan nenek itu?! Ah… Aku masih punya urusan sendiri. Mengapa harus memikirkan urusan orang lain?! Tapi kemana sekarang aku harus pergi lagi mencari Paduka Seribu Masalah…?” Paras wajah Dayang Tiga Purnama berubah murung. Dan masih disarati berbagai hal, gadis ini perlahan-lahan melangkah.


Namun begitu mendapat sepuluh langkah, Dayang Tiga Purnama berhenti! “Ucapan pemuda asing itu sebagian tidak berdusta. Jadi Jangan-jangan nenek tadi itu yang salah menuduh! Bukankah pemuda itu orang asing?! Mana mungkin sudah menjalin hubungan bahkan menghamili dua gadis?!


Pasti nenek itu punya maksud tertentu dengan ucapan tuduhannya! Hem… Bukankah pemuda asing itu mengatakan bersahabat dengan Paduka Seribu Masalah?! Ah… Aku harus mencarinya! Siapa tahu dia bisa memberi petunjuk dimana adanya Paduka Seribu Masalah! Tapi kemana mereka pergi…?!”


Dayang Tiga Purnama edarkan pandangan berkeliling. Saat lain dia putar diri kearah selatan. “Mudah-mudahan aku tidak salah mengambil jurusan!”


Habis bergumam begitu, Dayang Tiga Purnama berkelebat tinggalkan hutan bambu.


********************


Nenek Selir terus berlari kearah selatan dengan tangan kiri menahan satu sosok tubuh yang dipanggul diatas pundak kirinya. Memasuki satu pedataran tinggi, si nenek memperlambat larinya dengan kepala di tengadahkan sedikit memandang kearah pedataran di depan sana. Saat lain kembali melesat. Dan di satu tempat agak terlindung oleh beberapa batangan pohon, si nenek hentikan larinya.


Tangan kanan Nenek Selir bergerak menusuk pada beberapa anggota tubuh sosok di panggulannya yang bukan lain adalah sosok murid Pendeta Sinting yang diam tak bergerak dan bersuara karena ditotok di nenek.


Begitu terasa orang di panggulannya bergerak menggeliat.


Nenek Selir cepat sentakkan tangan kirinya yang sedari tadi menahan. Saat bersamaan, murid Pendeta Sinting buka matanya.


Pendekar 131 terkesiap mendapati dirinya laksana terbang meluncur ke bawah. Belum sampai dia melakukan sesuatu, sosoknya sudah terjengkang menghantam tanah!


“Pemuda asing bernama Joko Sableng! Aku butuh jawabanmu secara jujur! Jika kau berdusta apalagi bercanda, tidak sulit satu tanganku mencabut lidah mengorek jantungmu! Kaudengar?!”


Murid Pendeta Sinting terkejut mendapati orang tahu siapa dirinya. Dia pandangi nenek dihadapannya beberapa lama.


Lalu bergerak duduk.


“Kau kenal dengan Bidadari Delapan Samudera?!” Si nenek ajukan tanya dengan suara tinggi melengking. Sepasang matanya berkilat merah.


Untuk kedua kalinya Joko terlengak kaget dengan pertanyaan orang. “Siapa sebenarnya nenek ini?! Apakah Bidadari Delapan Samudera adalah cucunya?!”


Karena tak mendapatkan jawaban, Nenek Selir mendengus keras. Dengan tengadahkan wajah kembali dia buka mulut membentak. “Kau kenal dengan Bidadari Pedang Cinta…?!”


“Astaga…! Jangan-jangan yang di maksud dengan kedua cucunya adalah Bidadari Delapan Samudera dan Bidadari Pedang Cinta! Tapi… Itu tidak mungkin! Kedua gadis itu belum saling kenal saat bertemu dengan ku tempo hari! Aneh… Apa maksud pertanyaan nenek ini!” kembali Joko dilanda keheranan.


“Kau telah mendengar dua pertanyaanku! Mengapa tidak dijawab, hah?! Kau ingin sebelah tanganku mencabut lidah dan sebelah lagi mengorek jantungmu, hah?!”


Pendekar 131 tercekat dengan kuduk dingin. Lalu dia gerakkan kepala menggeleng. Lidahnya dikeluarkan, lalu tangan kanannya digerakkan pulang balik di depan lidahnya.


“Setan! Kau bukan saja tidak mau menjawab! Tapi juga bercanda!” teriak si nenek. Dia maju melangkah dua tindak dengan tangan terangkat di udara.


Pendekar 131 surutkan tubuh kebelakang. Dengan paras tegang. Lidahnya cepat ditarik masuk. Lalu kedua tangannya digerak-gerakkan di depan mulutnya. Nenek Selir memandang sesaat. Tiba-tiba nenek ini perdengarkan tawa cekikikan panjang. Lalu mendekati Joko dengan bungkukkan tubuh dan sarangkan satu tusukan kearah leher.


Pendekar 131 perdengarkan suara orang seperti tercekik seraya pegangi lehernya. Lalu setelah menelan ludah beberapa kali, dia buka mulut.


“Terima kasih… Aku tadi sebenarnya sudah hendak menjawab.


Tapi karena suaraku tidak bisa keluar…”


“Sudah! Sudah!” potong Nenek Selir. “Sekarang jawab pertanyaanku tadi!”


“Aku memang mengenal Bidadari Delapan Samudera dan Bidadari Pedang Cinta! Apakah mereka berdua cucumu?!”


“Dengar! Kau hanya perlu menjawab! Bukan balik bertanya?!”


Joko anggukkan kepala. “Apa yang ingin kau tanyakan?!”


“Sialan! Kau tidak tuli! Kau hanya perlu menjawab! Bukan bertanya!” seru si nenek.


Kembali Joko anggukkan kepala dengan menghela nafas panjang. Sebenarnya Joko sudah hendak tersenyum, tapi begitu dilihatnya si nenek buka mulut, Joko urungkan niat kembangkan bibirnya.


“Kau telah lama mengenal kedua gadis itu?!”


Murid Pendeta Sinting geleng kepala.


“Aku butuh jawaban dengan mulutmu, bukan dengan kepalamu!”


“Belum lama, nek…!” buru-buru Joko buka mulut khawatir si nenek tambah marah.


“Jawab yang jelas! Belum lama bagaimana maksudmu?!”


“Mungkin baru beberapa hari berselang…”


“Apa hubunganmu dengan Bidadari Delapan Samudera?! Apa pula hubunganmu dengan Bidadari Pedang Cinta?!”


Joko sempat kernyitkan dahi sebelum menjawab. “Karena baru saja bertemu, aku tak punya hubungan apa-apa dengan keduanya”


Si nenek mendelik. “Jangan berkata berdusta di depanku!”


bentak Nenek Selir bergerak menghampiri.


“Nek…! Aku tidak berdusta di depanmu! Apakah mereka mengatakan lain dengan apa yang dikatakan?!”


“Jangan bertanya! Jawab saja!” bentak si nenek mengingatkan. “Kalau kau tidak punya hubungan apa-apa, mengapa berani menyebut kekasih dihadapan orang?! Apa jawabanmu?!”


“Busyet! Dari mana manusia ini tahu…?! Mungkinkah kedua gadis itu yang menceritakan peristiwa saat bentrok dengan Bidadari Tujuh Langit?! Atau jangan-jangan dia berada disekitar tempat itu saat terjadi bentrok?!” membatin Joko.


Lalu berkata.


“Nek… Saat itu terjadi bentrok. Bidadari Tujuh Langit hendak melakukan hal tak senonoh pada kedua gadis itu! Aku terpaksa menyebut salah satu dari mereka adalah kekasih agar aku bisa menghalangi tindakan Bidadari Tujuh Langit!”


“Hem… Lalu siapa yang maksud sebagai kekasih diantara keduanya?!”


“Nek… Itu hanya satu alasan!”


“Alasan pasti punya dasar!”


“Aku hanya membantu! Tidak punya maksud lain…!”


“Benar kau tidak punya pamrih…?!”


Murid Pendeta Sinting tertawa. Lalu perlahan-lahan bangkit.


“Jangan tertawa! Tidak ada yang lucu!” sentak Nenek Selir, membuat Joko putuskan tawa. Lalu berkata.


“Nek… Aku sampai ke negeri ini tidak sengaja. Dalam perjalanan menuruti suratan takdir ini, aku telah banyak mendapat pertolongan dari beberapa orang. Kurasa bodoh kalau aku membantu orang lain dengan punya maksud tersembunyi! Apalagi perjalananku ini ternyata masih butuh bantuan orang lain…!”


“Hem… Bagus! Sekarang aku tanya. Seandainya kau disuruh memilih. Mana yang kau pilih diantara Bidadari Delapan Samudera dan Bidadari Pedang Cinta?!”


“Pertanyaan aneh! Aku belum bisa mengerti ada apa dibalik pertanyaan-pertanyaan nenek ini?!” kembali Joko membatin.


Lalu alihkan pandangan kejurusan lain seraya berkata.


“Nek… Seandainya aku memilih keduanya bagaimana?!”


“Jahanam!” maki si nenek sambil banting kaki. “Kau ingin mampus saat ini?!”


“Nek… Aku bilang seandainya! Karena pertanyaanmu juga seandainya! Hal itu berarti tidak sungguh-sungguh, bukan?!”


“Persetan! Yang jelas kau pilih yang mana antara keduanya?!”


“Nek… Mereka berdua gadis-gadis berwajah cantik. Siapapun laki-laki yang ditawari pasti tidak akan menolak. Tapi bagiku, masih butuh waktu untuk menentukan pilihan. Apalagi belum tahu bagaimana perasaan mereka padaku! Dan selebihnya aku belum kenal dekat dengan mereka! Dan lain daripada itu, aku masih punya pekerjaan yang harus kuselesaikan! Belum lagi aku harus tahu dulu, apakah kelak mereka mau kuajak pulang ke negeri asalku?! Terus, apakah kira-kira beberapa kerabat ku setuju atau tidak dengan gadis yang kubawa?! Lalu bagaimana nanti kalau gadis yang kubawa tidak betah tinggal di negeri asalku?! Lantas…”


“Cukup…” Tukas Nenek Selir. “Ternyata kau bukan saja pandai bertingkah! Tapi juga pandai bicara!”


Pendekar 131 kancingkan mulut seraya memandang tak mengerti pada si nenek! Sebenarnya dia hendak bertanya tentang tuduhan yang dialamatkan padanya. Tapi sebelum sempat buka mulut, si nenek mendahului!


“Lalu apa hubunganmu dengan gadis berbaju ungu di hutan bambu itu?!”


“Seperti halnya dengan Bidadari Delapan Samudera dan Bidadari Pedang Cinta, aku tak punya hubungan apa-apa dengan gadis baju ungu itu!”


Nenek Selir menatap sekali lagi pada Joko lalu anggukkan kepala, membuat murid Pendeta Sinting bernapas lega.


“Mau kau melakukan sesuatu untukku?!” Nenek Selir ajukan tanya lagi setelah agak lama berdiam diri.


“Aku tak bisa memastikan sebelum aku tahu apa yang harus kulakukan, nek!”


“Kau kuminta menentukan pilihan salah satu diantara ketiga gadis itu!”


Joko tercengang. Tanpa sadar dia surutkan langkah satu tindak. “Heran… Di Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai aku diminta mengawini Dewi Bunga Asmara! Sekarang aku diminta memilih salah satu gadis! Nasib apa sebenarnya yang tengah kujalani ini…?!”


“Bagaimana! Kau sudah menentukan pilihan?! Katakan yang mana?!”


Joko menggeleng pelan. “Nek… Dalam hal ini, aku butuh waktu…”


“Hem… Begitu?! Berapa lama waktu yang kau minta?!”


“Urusan hati tidak bisa ditentukan, nek…!”


“Siapa bilang begitu?! Semua urusan bisa ditentukan waktunya! Peduli urusan hati atau bukan!”


“Tapi…”


“Aku tak mau dengar alasan! Tentukan saja, berapa lama kauminta waktu?!”


“Nek… Harap katakan dahulu. Mengapa kau tiba-tiba mengharuskan aku memilih salah satu diantara mereka?!”


“Aku perempuan! Aku tak mau melihat golonganku dibuat gelisah terombang ambing oleh makhluk laki-laki! Dengan keputusanmu! Berarti tidak ada lagi gadis yang gelisah dan galau! Dengan keputusanmu pula, tidak ada lagi urusan sakit hati!”


“Hem… Saat Bidadari Delapan Samudera bicara denganku dipinggiran sungai, jelas nada ucapannya cemburu pada Bidadari Pedang Cinta. Demikian pula saat Bidadari Pedang Cinta menemukan aku berbincang dengan Bidadari Delapan Samudera. Gadis berbaju hijau itu juga tunjukkan sikap cemburu pada Bidadari Delapan Samudera! Pasti pangkal sebabnya disini! Tapi mengapa Dayang Tiga Purnama diikutkan serta?!” Joko coba menerka apa yang ada dibalik ucapan Nenek Selir. “Sebaiknya aku jawab saja permintaan nenek ini! Nanti mungkin semuanya bisa berubah! Daripada aku cari penyakit. Sementara aku harus segera mencari tempat yang tertera dalam peta!” membatin begitu, akhirnya murid Pendeta Sinting buka mulut.


“Nek… Walaupun sebenarnya aku membutuhkan waktu panjang untuk menentukan pilihan, namun karena aku tak mau terjadi apa yang kau katakan, aku minta tenggang waktu tiga purnama untuk menentukan pilihan!”


Nenek Selir tertawa seraya geleng kepala. “Waktu sepanjang itu terlalu cukup untuk membuatmu minggat dari negeri ini tanpa pamit dan memberi keputusan! Aku tak mau dikibuli!


Kau kuberi waktu sepuluh hari!”


Joko sudah akan buka mulut. Tapi si nenek sudah mendahului. “Waktumu cuma sepuluh hari! Jangan minta lebih! Kalau dalam jangka sepuluh hari kau tidak juga memberikan keputusan pilihan, jangan mimpi kau bisa pulang ke negeri asalmu! Kau dengar?! Dan satu hal lagi. Jika dalam tenggang waktu sepuluh hari kau ditakdirkan bertemu dengan gadis lain selain ketiga gadis itu, jangan bertingkah atau berucap yang bisa membuat hati orang gelisah! Dan sedapat mungkin kau jauhi para gadis! Kau dengar?!”


Karena tak mau berdebat, akhirnya Joko hanya mengangguk meski dalam hati terus menggerendeng panjang pendek.


“Bagus…! Aku gembira sekali kau mau mengerti perasaan perempuan!” ujar Nenek Selir seraya kembangkan senyum.


“Lalu bagaimana urusan tuduhanmu itu?!” Joko ajukan tanya.


“Hatiku belum bisa tenteram kalau belum mendapatkan kejelasan! Apalagi tuduhanmu itu kau lemparkan dihadapan orang!”


Mendengar kata-kata Joko, Nenek Selir tersenyum. “Itu hanya alasanku agar kita bisa bicara ditempat ini!”


Joko tersentak walau diam-diam merasa lega. Namun Joko tidak puas dengan jawaban si nenek. Dia segera berucap.


“Nek… Tuduhan itu kau ucapkan di depan orang! Bukan tak mungkin berita ini segera menyebar. Hal ini tentu membuatku tak enak!”


“Kau tak usah cemas… Serahkan semuanya padaku!” enak saja Nenek Selir menyahut.


“Tapi setidaknya aku harus tahu apa yang akan kau lakukan?!”


“Aku tak bisa mengatakannya! Tapi dalam jangka sepuluh hari kau tidak juga memberi keputusan, Kau akan tahu… Setiap orang di negeri ini pasti menjatuhkan tuduhan seperti yang kukatakan di hutan bambu! Bahkan tuduhan itu bisa bertambah panjang!”

အဆင့်သတ်မှတ်ခြင်း၊ သုံးသပ်ခြင်း

၅.၀
သုံးသပ်ချက် 1

ဤ E-စာအုပ်ကို အဆင့်သတ်မှတ်ပါ

သင့်အမြင်ကို ပြောပြပါ။

သတင်းအချက်အလက် ဖတ်နေသည်

စမတ်ဖုန်းများနှင့် တက်ဘလက်များ
Android နှင့် iPad/iPhone တို့အတွက် Google Play Books အက်ပ် ကို ထည့်သွင်းပါ။ ၎င်းသည် သင့်အကောင့်နှင့် အလိုအလျောက် စင့်ခ်လုပ်ပေးပြီး နေရာမရွေး အွန်လိုင်းတွင်ဖြစ်စေ သို့မဟုတ် အော့ဖ်လိုင်းတွင်ဖြစ်စေ ဖတ်ရှုခွင့်ရရှိစေပါသည်။
လက်တော့ပ်များနှင့် ကွန်ပျူတာများ
Google Play မှတစ်ဆင့် ဝယ်ယူထားသော အော်ဒီယိုစာအုပ်များအား သင့်ကွန်ပျူတာ၏ ဝဘ်ဘရောင်ဇာကို အသုံးပြု၍ နားဆင်နိုင်ပါသည်။
eReaders နှင့် အခြားကိရိယာများ
Kobo eReader များကဲ့သို့ e-ink စက်ပစ္စည်းပေါ်တွင် ဖတ်ရှုရန် ဖိုင်ကို ဒေါင်းလုဒ်လုပ်ပြီး သင့်စက်ထဲသို့ လွှဲပြောင်းပေးရမည်။ ထောက်ပံ့ထားသည့် eReader များသို့ ဖိုင်များကို လွှဲပြောင်းရန် ကူညီရေးဌာန အသေးစိတ် ညွှန်ကြားချက်များအတိုင်း လုပ်ဆောင်ပါ။