Naguib Mahfouz dilahirkan pada tahun 1911 di al-Gamaliyya, sebuah perkampungan tua di Kairo yang kemudian menjadi tempat kejadian beberapa novelnya. Dia meraih gelar sarjana filsafat pada tahun 1934, namun kemudian memilih menekuni dunia kepengarangan hingga meraih sukses sebagai salah seorang sastrawan terbesar dalam khazanah sastra Arab modern.
Karya-karyanya antara lain tiga novel historis berlatar belakang Mesir kuno, The Mockery of Fate (1939), Radobais (1943) dan The Struggle of Thebes (1944) yang merupakan simbol keadaan politik Mesir masa itu.
Di akhir dasawarsa empat puluhan dan lima puluhan, Mahfouz mulai menggunakan gaya yang lebih realistis dengan Mesir modern sebagai latar belakang. Antara tahun 1956 dan tahun 1957, dia menghasilkan trilogi terkenal yang sering disebut sebagai The Cairo Trilogy, terdiri atas Bayn al-Qasrayn, Qasr al-Shawq dan al-Sukkariyya, dia menggambarkan perubahan nasib tiga generasi sebuah keluarga di Kairo dari tahun 1920-an hingga Perang Dunia II. Dalam periode ini juga termasuk The Beginning and The End (ditulis pada 1942-1943 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1949), The New Cairo (1945), Khan el-Khalili (1946) dan Midaq Alley (1947, edisi bahasa Indonesianya
telah diterbitkan pada tahun 1989 oleh Yayasan Obor Indonesia dengan judul Lorong Midaq).
Adapun The Beginning and The End adalah sebuah karya terbesar dalam kisah sedih kemanusiaan. Sebagai seorang pengarang tangguh yang produktif, Mahfouz menerbitkan serangkaian novel lainnya termasuk Awlad Haritna (1959, diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Children of Gebelawi), sebuah novel alegoris dengan efek metafisik yang mengisahkan pengembaraan manusia dan kehausan atas kepercayaan agama.
Dalam dekade â60-an, Mahfouz kembali mempertahankan bentuk fiksinya, novel sosial, yang kini diimbuhi dengan eksperimen lebih impresionistis dan corak psikologis. Tahun 1961 dia menerbitkan The Thief and The Dogs, kali ini memadukan realitas sosial politik dengan teknik stream-of-consciousness
Pada tahun 1988, Naguib Mahfouz meraih penghargaan bergengsi hadiah Nobel untuk bidang sastra. Menanggapi kemenangannya itu, dengan rendah hati ia berkata bahwa pemenang yang sesungguhnya adalah bahasa Arab itu sendiri. Di Indonesia, karyakaryanya termasuk yang paling sering diterjemahkan setelah karya-karya Kahlil Gibran.