Blender Nakal Suami

Dor. Dor. Dor.

Apek memutuskan untuk mengetuk pintu dengan keras. Tanpa sadar, dia memukul pintu beberapa kali dengan kekuatan penuh, dan pintu bercat abu tua itu tidak kunjung terbuka juga.

“Buka!”

Ketukan kuat di balik papan besar itu pun tak menjadikan Apek bisa membuka pintu tersebut.

Rara, istrinya, terbiasa menunggunya dengan sabar, tetapi entah kenapa malam ini dia merasa gelisah hingga akhirnya dia tertidur lebih awal berkat sebuah alunan suara syahdu di balik surau sebelah.

"Rara!" Apek memanggil dengan suara kencang.

Rara terbangun dalam keadaan kaget. Ia melompat dari tempat tidurnya, rambutnya yang berantakan, lekas di tutup oleh hijab yang tersampir di dalam laci lemarinya, lalu ia menuju pintu. "Apa yang terjadi, Mas?" tanyanya bingung.

Rara mencium bau alkohol yang kuat ketika ia membuka pintu. Apek mabuk. Mabuk parah.

"Kamu mengapa begitu lambat membuka pintu? Aku kedinginan di luar sana!" bentak Apek dengan marah.

Tatapannya tajam dan berkilat.

Rara menahan nafas, mencoba untuk menjelaskan. "Maafkan aku, Mas. Aku ketiduran, tadi aku ...,”ucap Rara terbata-bata terpotong oleh tatapan tajam dari sang suami.

Tapi kata-kata Rara tidak bisa menghentikan kemarahan Apek. Dia mengerutkan kening dan meneriakkan kata-kata kasar yang tak pantas untuk didengar. "Kamu selalu seperti ini! Tidak pernah bisa memahami aku! Dasar, tidak berguna! Kamu memang tidak becus jadi seorang istri."

Rara menangis di hadapannya, terkejut oleh kemarahan suaminya. "Maafkan aku, Mas. Aku benar-benar lelah. Aku tidak bermaksud membuatmu marah."