Dilamar kekasih yang dicintainya. Dan akan memulai sebuah gerbang kehidupan yang sebenarnya.
Aku memandang wajah teduhnya yang kini terhias dengan polesan sederhana. Gadis yang pintar dan enerjik, yang selalu menerima semua keadaan ibunya. Tak pernah mengeluh ketika ibunya ini belum bisa memberikan apa yang diminta. Bahkan selalu berusaha mencarinya sendiri.
Kuliah dengan hasil usaha kerja kerasnya sendiri. Kini, putriku malah sudah memiliki usaha. Walau tentu belum sebesar seperti pengusaha lainnya. Aku sungguh bangga memilikinya.
Ah, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Bayi merah yang dulu kutimang, kini sudah mau dipinang orang.
Kenapa cepat sekali kamu besar Nak ...
"Ibu, kok bengong. Malah nangis pula." Putriku memelukku lalu mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir. "Ibu sedih?"
Aku hanya menggeleng. "Ibu hanya sedang bahagia, Nak. Tak menyangka putri ibu yang dulu cengeng ini, kok malah udah mau ada yang lamar aja."
"Ihh, ibuu. Jangan bilang gitu. Nanti aku sedih. Aku tetap akan sayang sama ibu walau sudah punya keluarga nanti."
Aku hanya tersenyum. Mengusap rambutnya pelan.
"Ayok, Bu. Kita keluar. Mas Ari sudah datang." Aku hanya mengangguk. Lalu ikut berdiri. "Kerudung ibu aku benerin dulu. Ehmm, dah cantik sekarang."
Aku kembali tersenyum mendengar ocehannya. Putri cerewetku yang nanti akan kurindukan. Kami pun keluar, menyambut tamu yang datang.
Beberapa mobil terlihat parkir depan rumah. Tak lama kemudian, satu persatu mereka turun. Tangan putriku yang kugenggam terasa dingin. Pasti momen ini begitu mendebarkannya. Aku mafhum. Calonnya putriku sudah terlihat. Diapit seorang wanita usia sekitar empat puluhan, dengan kebaya biru muda, disebelahnya terlihat seorang lelaki tinggi dan gagah, sepertinya itu ayahnya Ari, dengan baju batik biru juga.
Kenapa lelaki itu seperti tak asing?
Rombongan itu pun mendekat. Lalu berhenti depan pintu. MC pun mulai menyambut rombongan dengan gaya khasnya.
Aku terpaku dengan lelaki sebelah Ari. Hingga lelaki itu pun melihat ke arahku. Tatapannya pun terlihat terkejut.
"Mas Aga ..."