Tak ada kutipan yang lebih mewakili tulisan di buku ini selain dari ungkapan Bess Myerson.
Ibarat mengendarai sepeda, kita mengayuh, mengendalikan stang, dan mengontrol rem. Ke mana sepeda akan pergi, kitalah yang mengarahkannya. Tapi benarkah hidup hanya seperti itu? Pernahkah tebersit dalam pikiran untuk mengendarai sepeda layaknya atlet-atlet parkour? Melakukan manuver atau bahkan melewati rintangan-rintangan yang tak sembarang orang mampu mengatasinya?
Seperti mengayuh sepeda, menjalani hidup pun memiliki seni tersendiri. Seni menjalani hidup adalah bagaimana menjalani hidup melewati keadaan tersulit dan mengubahnya menjadi sesuai keinginan kita. Bukan melulu menikmati kenyamanan, seni yang sebenarnya justru adalah ketika kita mampu melewati kenyataan hidup terberat dan bagaimana berdamai dengannya.
Dewi Indra Puspitasari, mantan wartawan kelahiran Surabaya, 24 Desember ini juga merupakan lulusan jurusan Sosiologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Dirinya pernah bekerja sebagai wartawan di kota-kota besar di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, dia sibuk menulis lepas sebagai pekerjaan utamanya. Motonya adalah untuk menjaga otaknya tetap subversif. Dua tahun ini dia sibuk menulis psikologi, dan dia ingin terus berkontribusi di dunia psikologi populer dan motivasi. Karyanya yang fenomenal di antaranya adalah: Super Leader from Earth (2016), The Art of Life (2017), Infinite Power (2017), Diamond Thinker (2017), The Amazing Habits (2017), dan Berdamai dengan Kegagalan (2018).