Dalam kemisteriusan demikian seorang intel bekerja mengambil dan mengumpulkan informasi yang akurat dan valid dari sumber primernya (the first hand information, the first hand fact). Seorang intel dituntut mendapatkan informasi dari jarak yang sangat dekat sehingga tahu persis apa yang terjadi, apa yang dilakukan, dan apa yang dikatakan objek sasaran. “You have to be there” (Anda harus berada di sana), merupakan doktrin untuk itu. Analisis yang diberikan intelijen harus spesifik. Jika terlalu makro dan jaraknya terlalu jauh, ia akan menghadapi the fog of the future, kabut yang terlalu tebal sehingga sulit menggambarkan apa yang terjadi di depan.
Aktivitas intelijen sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru. Ia sudah berlangsung lama. Bahkan sejak zaman Yunani Kuno, kendati dalam lingkup dan pengertian yang masih sederhana dan terbatas. Aktivitas da’wah Nabi Muhammad SAW (570-632 M), misalnya senantiasa terselip unsur-unsur intelijen. Katakanlah seruan agar umat Muslim selalu arif dan waspada dalam menghadapi berbagai macam keadaan. Kitab suci Al-Quran Surat Yunus ayat (101), Surat Ar-Ruum ayat (41), dan salah satu ayat At-Taubah mengisyaratkan hal itu.
Dalam dunia yang sedang berubah cepat dan mengglobal saat ini, peran intelijen selain semakin penting juga dituntut profesionalitas tinggi dari aparatus-aparatus intelijen. Intelijen semakin dituntut bekerja cepat dan akurat (velox et exactus) untuk ruang dan waktu yang bersifat lintas.
Buku Aku “Tiada” Aku NIscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen membahas dan menyajikan secara mendalam dan gambling hakikat, sosok, dinamika, dan masa depan dunia intelijen. Tidak sebatas pembahasan filosofis dan teoritis, namun juga menyajikan realitas Indonesia dari sudut pandang pelakunya sendiri.
IRAWAN SUKARNO, Brigjen TNI (Purn.), melewati sebagian besar masa karir militernya di badan intelijen. Pria yang akrab dan populer dipanggil Ketjeng ini sudah berada di kawasan intelijen sejak 1960 hingga memasuki masa pensiun. Ia satu angkatan dengan mendiang Jenderal TNI (purn.) L.B. Moerdani ketika mengikuti pendidikan di P3AD (Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat), Bandung, tahun 1951. Mengawali pendidikan keintelijenan di SIAD (Sekolah Intelijen Angkatan Darat), Cilendek, Bogor, tahun 1960, kemudian melanjutkan ke Special Warfare School, Fort Bragg, Amerika Serikat. Terakhir menempuh pendidikan di Sekolah Intelijen Strategis Bakin. Beberapa jabatan pernah dipegangnya, antara lain PA OPSUS, Deputi Penggalangan Ka-Bakin, Deputi Luar Negeri Ka-Bakin, dan Deputi Administrasi Ka-Bakin Widyaiswara Kabin, DAS Bin (Dewan Analis Strategis).
Di balik sosoknya yang identik dengan dunia intelijen itu, Ketjeng juga seorang intelektual yang selalu melewati hari-harinya dengan membaca. Ia pernah menjadi dosen intelijen di Universitas Indonesia, dan dosen intelijen di STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara). Pernah mengajar di berbagai Kementerian dan non-Kementerian seperti Kementerian dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, LEMHANNAS, Kejaksaan Agung, BIN, SESKO ABRI, Satinduk TNI, Artha Graha Group, serta Sespim POLRI dan Perusahaan ASTRA Di usia senjanya yang masih tampak gagah dan sehat, Ketjeng masih rajin dan setia mengamati perkembangan dunia intelijen Indonesia dan mancanegara.