Buat apa membaca? Pertanyaan yang sederhana ini seringkali mendapat berbagai jawaban yang indah. Namun, kita seringkali kesulitan menyebutkan perilaku spesifik yang lahir akibat gemar membaca. Kalau pun bisa menyebutkan perilaku spesifik, justru perilaku spesifik yang tidak tepat. Dalam kenyataannya, manfaat terpenting dari membaca hanyalah berlaku buat murid TK. Kita menyaksikan bagaimana sejumlah sekolah dasar melakukan seleksi kemampuan membaca para calon muridnya. Sehingga terbangun logika di benak orangtua, bila murid TK belum bisa membaca maka akan kesulitan masuk SD. Membaca adalah kunci sukses masuk SD. Tidak heran di sejumlah daerah lahir dan tumbuh kursus membaca buat anak TK. Setelah bisa membaca di TK atau SD, maka manfaat membaca tidak lagi dapat perhatian. Selepas SD kelas awal, pertanyaan buat apa membaca hanya akan menemui jawaban indah yang tidak konkret. Padahal tanpa memahami manfaat membaca maka kita kesulitan untuk memotivasi diri dan orang lain buat membaca. Toh membaca atau tidak membaca, kita tetap bisa menyelesaikan pendidikan. Kita bahkan gagal mengaitkan kemampuan membaca dengan pencapaian paling dangkal dari pendidikan, mendapatkan nilai ujian yang bagus. Pandangan tentang manfaat membaca memang pragmatis, tapi tidak terhindarkan karena begitulah cara kerja motivasi manusia. Manusia mengejar manfaat dari suatu kegiatan. Pertanyaan tentang manfaat membaca adalah tantangan bagi program Membaca Menumbuhkan Empati. Dengan serangkaian kegiatan membaca yang seru, diharapkan akan lahir perilaku yang menggambarkan kemampuan empati murid. Ada perbedaan perilaku antara murid sasaran program dengan kebanyakan murid yang lain. Sejumlah guru dari berbagai daerah menceritakan praktik baik pengajaran membaca yang melahirkan perilaku empati. Bukan sekedar menjalankan suatu teknik pengajaran yang baku, para guru berkreasi menggunakan pengajaran literasi untuk beragam konteks. Harapannya, praktik baik pada Surat Kabar Guru Belajar ini dapat memperkaya strategi pengajaran literasi di negeri ini. Tulisan yang disajikan mudah dipahami, bahasanya sederhana dan memungkinkan untuk direplikasi oleh guru yang lain. Terakhir, terima kasih buat Indika Foundation yang telah percaya dan bekerjasama untuk mengembangkan kompetensi guru yang berdampak pada murid. Mari membaca, mari berempati :)
Bukik Setiawan