Surat Kabar Guru Belajar 012 - Belajar Dari Anak

· Ari Wibowo
3.5
4 reviews
Ebook
56
Pages
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

Adegan Pendidikan yang Hilang

Dalam keseharian, kita sering mendengar wacana: belajar dari guru. Tapi kenapa Temu Pendidik Nusantara 2017 justru

mengambil topik belajar dari anak. Kok aneh? Tahun lalu, Temu Pendidik Nusantara memilih topik Merdeka

Belajar, bagaimana melibatkan murid dalam menetapkan tujuan belajar, memilih cara belajar dan melakukan refleksi terhadap

proses dan hasil belajar. Topik ini dilanjutkan dengan kampanye di media sosial dan pelatihan Guru Merdeka Belajar di be-

berapa daerah mulai Bandung, Ambon, Makassar, Yogyakarta, Jakarta, Pekanbaru, Denpasar dan Karangasem. Setelah itu,

tim Kampus Guru Cikal melakukan refleksi terhadap proses dan capaian kampanye Merdeka Belajar. Kesimpulan kami waktu itu, Merdeka Belajar masih mendapat tantangan besar. Dibutuhkan perubahan cara berpikir yang mendasar untuk bisa memahami dan mempraktikkan Merdeka Belajar. Kesimpulan ini membawa kami pada pemikiran bahwa Temu Pendidik Nusantara 2017 tetap memperkuat topik Merdeka Belajar. Tapi tidak mungkin kan menuliskan Merdeka Belajar lagi sebagai topik TPN. TIdak menarik, dua kali TPN dengan topik yang sama. Lalu apa topiknya? Waktu berlalu, tanpa ada ide baru Pada waktu itu saya diundang Kineforum untuk membahas film pendidikan. Beberapa hari sebelumnya, saya menuliskan status di akun Facebook saya. Apa adegan pendidikan yang hilang dari film Indonesia? Hilang artinya ada banyak kejadian di dunia nyata, tapi tidak atau sulit kita temui di film Indonesia. Kenapa muncul pertanyaan ini? Saya merasa resah dengan realitas film Indonesia, yang bagaimana pun menggambarkan pandangan masyarakat kita tentang realitas pendidikan. Pertanyaan adegan pendidikan yang hilang dari film Indonesia dari media sosial menjadi obrolan di tim Kampus Guru Cikal. Saya memaparkan penjelasan atas film tersebut, adegan murid-murid yang menderita di ruang kelas karena dipaksa belajar atau dipaksa belajar dengan cara seragam. Dalam keseharian, saya menyaksikan dan mendengar banyak cerita tentang murid yang menderita belajar. Guru masuk kelas, memberi perintah, “Buka halaman 70, kerjakan soal 1 - 10”. Tapi entah mengapa adegan tersebut tidak menarik perhatian insan perfilman untuk diangkat di film. Padahal bila kita menilik film-film asing, kita dapat menemui adegan tersebut di banyak film. Semisal, Matilda, yang menggambarkan murid yang menderita karena kepala sekolah yang otoriter. Dead Poets Society yang menggambarkan murid belajar puisi sebagai suatu konsep yang dihafal, bukan dimaknai. Pada film India, kita bisa menyebut Three Idiots yang menampilkan murid yang menderita karena dipaksa menyebutkan definisi mesin yang sama sekali tidak bermakna baginya. Atau Taare Zameen Par yang menampilkan penderitan seorang anak disleksia karena dituntut belajar dengan cara yang seragam. Pada film Indonesia manakah kita bisa melihat adegan murid yang menderita di ruang kelas karena dipaksa belajar? Pada obrolan di tim Kampus Guru Cikal muncul pandangan menarik. Najelaa Shihab melontarkan tiga kata ajaib: Belajar dari Anak. Sebuah kerangka ulang kejadian defisit dengan harapan optimis untuk menjadi solusi yang realistis. Kenyataannya, murid menderita belajar. Harapannya, murid gemar belajar.

Solusi: Belajar dari anak. Mengapa Belajar dari Anak jadi sebuah solusi?

Kami di Kampus Guru Cikal percaya betul bahwa proses belajar di kelas diawali dari kemauan guru untuk belajar dari anak. Guru yang belajar untuk mengenali dan memahami kebutuhan anak. Guru yang belajar untuk memahami kesiapan anak. Karena kami percaya bahwa setiap anak itu unik. Pemahaman mengenai anak akan menjadi dasar untuk mendesain proses belajar yang bisa memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan kesiapan belajar anak. Dengan mulai Belajar dari Anak, guru pun menjadi teladan bagi murid. Teladan sebagai seorang pelajar. Bagaimana kita berharap murid belajar bila kita sebagai guru menolak untuk belajar? Bagaimana kita berharap murid memahami guru bila kita sebagai guru enggan memahami mereka? Temu Pendidik Nusantara 2017 hadir sebagai pengingat sekaligus undangan bagi semua pendidik di seluruh nusantara untuk memulai proses belajar di kelas dengan langkah sederhana, belajar dari anak. Begitulah kisah mengapa Temu Pendidik Nusantara memilih topik tersebut, yang lengkapnya adalah Belajar dari Anak, Menumbuhkan Kemerdekaan dalam Pendidikan. Topik Belajar dari Anak akan menjadi benang merah sejak awal hingga acara puncak Temu Pendidik Nusantara. Pemilihan pembicara utama pun dengan pertimbangan utama penguatan topik tersebut. Karena itu, kami selaku panitia berharap kita semua mengikuti rangkaian acara TPN 2017 dengan pertanyaan: Apa yang saya pelajari dari sebuah sesi di TPN 2017 yang bisa mengembangkan kemampuan saya untuk belajar dari anak? Ada banyak topik yang disajikan di TPN 2017 yang membantu para peserta yang hadir untuk mengembangkan kemampuan dan kemauan belajar dari anak. Pengayaan belajar dari anak diharapkan terjadi juga antar peserta yang berasal lebih dari 100 daerah di nusantara. Lebih jauh lagi, belajar dari anak bisa dipelajari dari ratusan harapan murid dari berbagai daerah yang dihadirkan berkat dukungan Komunitas Guru Belajar. Pada puncaknya, kita akan belajar dari percakapan bermakna bersama Susi Pudjiastuti dan anak-anak Manumata dari Ambon. Lebih menarik lagi, Temu Pendidik Nusantara tahun ini telah ditata ulang mengacu pada 4 Kunci Pengembangan Guru yang dikembangkan Kampus Guru Cikal: Kemerdekaan, Kompetensi, Kolaborasi dan Karier. Keempat kunci tersebut diterjemahkan menjadi 4 jenis kelas. Kelas Kemerdekaan: kesempatan menemukan inspirasi dan fokus belajar yang akan dikembangkan guru. Kelas Kompetensi: kesempatan mengembangkan kompetensi guru. Kelas Kolaborasi: kesempatan mengembangkan kolaborasi untuk menerapkan kompetensi pada konteks yang beragam. Kelas Karier: kesempatan untuk menampilkan karya sebagai bagian dari pengembangan karier guru. Pada Temu Pendidik Nusantara 2017 ini pula akan diluncurkan buku Merdeka Belajar di Ruang Kelas, karya kolaborasi dari Komunitas Guru Belajar. Buku yang berisi konteks, konsep, praktik dan dampak Merdeka Belajar. Penting dan dibutuhkan guru yang ingin mengembalikan belajar ke hati anak-anak. Mari belajar barengan! Mari belajar dari anak!

Ratings and reviews

3.5
4 reviews

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.