Semakin terbiasa kita melakukan pemaknaan terhadap pengalaman, maka semakin sering kita menemukan momen-momen Kesadaran kita. Begitu pula sebaliknya, saat kita mandul dalam memberikan pemaknaan maka pengalaman hanya menjadi sekedar kejadian tanpa arti...(h.47)
Namun “terlihat” adalah eksistensi atau keberadaan yang lemah. Seorang pemimpin tidak hanya butuh “terlihat”, namun yang lebih penting adalah “terasa”. Seorang pemimpin memang mudah saja menjadi terlihat, tapi apakah keberadaannya terasa oleh yang dipimpin? Dalam arti kebijakannya berdampak positif bagi kehidupan yang dipimpin...(h.139)
-o0o-
Buku ini merupakan kumpulan tulisan refleksi yang akan mengajak kita berusaha memaknai kehidupan. Dengan merenungkan hal-hal yang terkesan remeh dan sepele, kita bisa menemukan makna yang kita perlukan untuk menuju kesadaran diri. Kesadaran berproses menjadi manusia seutuhnya.
Ahmad Faizin Karimi, dilahirkan di Gresik merupakan salah seorang intelektual muda yang banyak bergerak dalam aktivitas sosial dan pendidikan. Dengan mendirikan “Sekolah Inspirasi”, ia memperluas paradigma berpikir kritis kepada siswa melalui bingkai paradigma jurnalistik.
Ini adalah bukunya yang ke-5 setelah Pendidikan Jurnalistik (Pustaka Agung Harapan, 2011), Pemikiran dan Perilaku Politik Kiai Haji Ahmad Dahlan (MUHIpress, 2012), ThinkDifferent; Jejak Pikir Reflektif Seputar Intelektualitas, Humanitas, dan Religiusitas (MUHIpress, 2012), dan Qurban; Kekerasan Berbingkai Agama? (MUHIpress, 2012).