Sebagian besar pandangan, dan komentar para tokoh nasional yang tersaji dalam buku ini, umumnya melihat sosok Prof. Jimly sebagai tokoh pemikir yang memiliki akar kepemimpinan yang bersumber pada kekuatan budaya intelektualisme. Akar intelektualisme Jimly dimanifestasikan dalam realitas pengabdian pada struktur kenegaraan yang dikembangkan menjadi lebih dinamis dan progresif. Terdapat begitu banyak gerakan intelektualisme Prof. Jimly untuk membongkar struktur pemikiran dari proseduralistik menjadi lebih substantif dengan tujuan dapat bekerjanya sistem norma hukum, norma etika, dan norma agama secara serasi, selaras, dan saling menopang.
Sedikit tokoh istimewa yang sekarang ini ada di Indonesia, salah satunya adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pria yang mudah membangun komunikasi, jangkauan pandangan yang luas, pendidikan yang sangat memadai, dan ditambah sifat pantang runtuhnya menghadapi tantangan hidup ini, telah malang melintang berada di struktur kekuasaan. Selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, banyak melakukan gebrakan positif, di antaranya mempelopori peradilan etika yang diselenggarakan secara terbuka. Sosok dan kiprah Prof. Jimly dalam mengawal konstitusi dan aktivitasnya dalam penyelenggaraan pemilu berintegritas menjadi daya tarik tersendiri dari para koleganya untuk berkomentar.
Nur Hidayat Sardini, akrab disapa NHS, lahir di Pekalongan pada 10 Oktober 1969. Hampir separuh kariernya dihabiskan di lingkungan kepemiluan, baik sebagai pengajar maupun praktisi pengawasan dan penegakan kode etik penyelenggara Pemilu. Pada Pemilu tahun 2004, Sardini menjabat Ketua Panwaslu Jawa Tengah (2003-2004). Pada Pemilu tahun 2009, dia menjabat Ketua BAWASLU (20008- 2011). Pada Pemilu tahun 2014, Sardini menjabat Anggota DKPP unsur masyarakat pilihan DPR R.I.
Semasa kuliah, Sardini aktif di pers kampus, juga aktivis intrakampus dan ekstra kampus. Usai lulus sarjana, Sardini mengajar di almamaternya Fisip Undip, Semarang, dalam mata kuliah Managemen Pemilu dan Partai Politik, Politik Desentralisasi, serta Gerakan Sosial, hingga sekarang. Setelah menamatkan magister politik dari Program Pasca Sarjana Ilmu Politik UI, Jakarta, dan Program Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Sardini mengajar mata kuliah Kampanye Pemilu pada program Magister Ilmu Politik Undip, Semarang, dan mata kuliah Etika Moral Politik Penyelenggara Pemilu pada Program Studi S-2 Ilmu Politik Konsentrasi Tata Kelola Pemilu Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, serta mata kuliah Kepemimpinan Politik pada Program Doktor Ilmu Sosial (DIS), Undip, Semarang.
Dalam suatu kesempatan, Sardini pernah menyatakan kariernya dalam kepemiluan, nyaris disibukkan sebagai pembuka dan pembangun lembaga-lembaga penyelenggara Pemilu, yang baru dibentuk. Tapi yang paling mengesankan baginya adalah ketika menjadi Ketua Bawaslu, berhasil mengalihkan kewenangan pembentukan Panwaslu dari tangan jajaran KPU, menjadi kewenangan mutlak Bawaslu, melalui mekanisme uji materi terhadap UU No. 22 Tahun 2007, yang diajukan oleh Bawaslu kepada MK, pada awal 2010. Poin penting Putusan MK adalah menguatkan kedudukan Bawaslu “diakui” di dalam konstitusi UUD 1945. “Ini yang patut disyukuri, sebagai legacy kami,” katanya.
Dalam satu bukunya, Sardini mengupas kisah perjuangannya dalam membangun Bawaslu, hingga dalam bentuknya yang sekarang, yakni selain kewenangannya yang cukup kuat, terutama dalam fungsi penyelesaian sengketa administrasi Pemilu, juga meningkatkan status Sekretariat menjadi Sekretariat Jenderal Bawaslu, dan mengukuhkan kedudukan Panwaslu Provinsi menjadi Bawaslu Provinsi. Sardini telah menulis buku, antara lain Restorasi Penyelenggaraan Pemilu Di Indonesia (Fajar Media Press, 2011, Yogyakarta); Menuju Pengawasan Pemilu Efektif (DiaditMedia, 2013, Jakarta); Kepemimpinan Pengawasan Pemilu Sebuah Sketsa (RajaGrafindo
Persada, 2014, Jakarta); dan Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (LP2AB, 2015, Jakarta).
Gunawan Suswantoro, lahir di Banjarnegara Jawa Tengah, pada 30 Juni 1966. Sejak Pemilu tahun 2009, menjabat Kepala Sekretariat Bawaslu, hingga ketika Sekretariat Bawaslu bertranformasi menurut UU No. 15 Tahun 2011, Gunawan didapuk dalam jabatan Sekretaris Jenderal Bawaslu/DKPP sampai sekarang.
Gunawan adalah salah seorang yang turut berjasa dalam membangun status sekretariat Bawaslu, semasa kepemimpinan Ketua Bawaslu saat itu, Nur Hidayat Sardini, yang juga berhasil dalam meraih kewenangan yang lebih kuat, saat uji materi terhadap UU No. 22 Tahun 2007 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dikabulkan hingga pembentukan Panwaslu di setiap jenjang tidak lagi di tangan jajaran KPU namun mutlak menjadi kewenangan Bawaslu.
Satu per satu obsesi Gunawan menjadi terwujud. Satu hal yang sedang dirajutnya, adalah suksesnya Pemilu 2014 dan terciptanya Bawaslu sebagai Center of Knowledge (pusat ilmu pengetahuan) Pengawasan Pemilu di Indonesia bahkan di dunia. Gunawan adalah satu-satunya Sekretaris Jenderal yang memfasilitasi dua Lembaga Negara, yaitu Bawaslu dan DKPP. Di sela-sela kesibukan kantor, Gunawan yang lulusan Magister Ilmu Politik, UI, Jakarta, kini tengah melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung.