Pengabdiannya dalam tugas kenegaraan dan jabatan publik (sekarang menjabat Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), pendidikan dan organisasi kemasyarakatan, telah mengantarkan ahli Hukum Tata Negara Indonesia ini menerima Bintang Mahaputera Adipradana pada tahun 2009, dan Bintang Mahaputera Utama tahun 1999.
Sebagai anak seorang guru (era awal tahun ’60-an) pada umumnya, Prof. Jimly, begitu “prajuritnya menyebut”, tumbuh kembang di tengah keterbatasan dan disiplin yang kuat. Masa kecil sebagai loper koran, berjualan minuman es, pendidikan dengan tradisi keagamaan yang kuat, dan kutubuku, semakin menegaskan karakter akademiknya. Mantan Presiden B.J. Habibie menyebut Jimly Asshiddiqie sebagai seorang tokoh muda Islam yang sangat rasional, sistematis, dan analis profesional.
Buku ini merekam pelbagai peristiwa, menghadirkan fakta dengan menggambarkan suatu realitas pemikiran dan praktik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dari pelbagai sudut pandang. Gerakan pemikiran dan transformasi sistem kehidupan ketatanegaraan di Indonesia yang terus mengalami kemajuan, secara langsung maupun tidak langsung telah menempatkan Prof. Jimly pada suatu pengertian sebagai sosok intelektual akademik. Konsistensinya pada dunia keilmuan dan pengabdian yang senantiasa menekankan pada aspek profesionalis melengkapi pribadi pakarHukum Tata Negara ini menjadi salah satu tokoh intelektual penting yang ikut memainkan peran kebijakan pembangunan nasionalNur Hidayat Sardini, akrab disapa NHS, lahir di Pekalongan, 10 Oktober 1969. Hampir separuh kariernya dihabiskan di lingkungan kepemiluan, baik sebagai pengajar maupun praktisi pengawasan dan penegakan kode etik penyelenggara Pemilu. Pada Pemilu tahun 2004, Sardini menjabat Ketua Panwaslu Jawa Tengah (2003-2004). Pada Pemilu tahun 2009, ia menjabat Ketua BAWASLU (20008-2011). Pada Pemilu tahun 2014, Sardini menjabat Anggota DKPP unsur masyarakat pilihan DPR RI.
Semasa kuliah, Sardini aktif di pers kampus, juga aktivis intrakampus dan ekstrakampus. Usai lulus sarjana, Sardini mengajar di almamaternya, Fisip Undip, Semarang, dalam mata kuliah Managemen Pemilu dan Partai Politik, Politik Desentralisasi, serta Gerakan Sosial, hingga sekarang. Setelah menamatkan magister politik dari Program Pasca Sarjana Ilmu Politik UI, Jakarta, dan Program Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Sardini mengajar mata kuliah Kampanye Pemilu pada program Magister Ilmu Politik, Undip, Semarang, dan mata kuliah Etika Moral Politik Penyelenggara Pemilu pada Program Studi S2 Ilmu Politik Konsentrasi Tata Kelola Pemilu, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, serta mata kuliah Kepemimpinan Politik pada Program Doktor Ilmu Sosial (DIS), Undip, Semarang.
Dalam suatu kesempatan, Sardini pernah menyatakan kariernya dalam kepemiluan, nyaris disibukkan sebagai pembuka dan pembangun lembaga-lembaga penyelenggara Pemilu, yang baru dibentuk. Tapi yang paling mengesankan baginya adalah ketika menjadi
Ketua Bawaslu, berhasil mengalihkan kewenangan pembentukan Panwaslu dari tangan jajaran KPU, menjadi kewenangan mutlak Bawaslu, melalui mekanisme uji materi terhadap UU No. 22 Tahun 2007, yang diajukan oleh Bawaslu kepada MK, pada awal 2010. Poin penting Putusan MK adalah menguatkan kedudukan Bawaslu “diakui” di dalam konstitusi UUD 1945. “Ini yang patut disyukuri, sebagai legacy kami,” katanya.
Dalam satu bukunya, Sardini mengupas kisah perjuangannya dalam membangun Bawaslu, hingga dalam bentuknya yang sekarang, yakni selain kewenangannya yang cukup kuat, terutama dalam fungsi penyelesaian sengketa administrasi Pemilu, juga meningkatkan status Sekretariat menjadi Sekretariat Jenderal Bawaslu, dan mengukuhkan kedudukan Panwaslu Provinsi menjadi Bawaslu
Provinsi. Sardini telah menulis buku, antara lain Restorasi Penyelenggaraan Pemilu Di Indonesia (Fajar Media Press, 2011, Yogyakarta); Menuju Pengawasan Pemilu Efektif (Diadit Media, 2013, Jakarta); Kepemimpinan Pengawasan Pemilu Sebuah Sketsa (Raja Grafindo Persada, 2014, Jakarta); dan Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (LP2AB, 2015, Jakarta).