Ketika sudah bosan dengan seorang wanita? Kembalikanlah ia keharibaan orang tuanya! Jangan memantik api asmara untuk mengobarkan rasa penyesalan setelah menyia-nyiakan yang telah mengabdi penuh kepadamu.
Memilih tetap bertahan bukan karena suatu tanpa alasan. Namun, selagi masih bisa bertahan demi keutuhan istana surga meskipun hati menjerit tak menerima. Padahal ia sudah mengorbankan hati dan perasaan bahkan mengabdikan diri kepada pria yang selama ini dijadikan imam untuk menakodahi bahtera rumah tangga. Ternyata, pengorbanan kepada lelaki yang selama ini dihormati, kini telah berbagi hati kepada perempuan di luar sana.
Patah ... jelas pria itu mematahkan kedua sayapnya di saat menikmati sandikala menyapa. Jikalau sudah terluka, mana mungkin ia sanggup terbang untuk mencari ranting pohon walau hanya sekedar hinggap. Ia mencoba meredam rasa nyeri yang menghunus ke ulu hati dengan menelan pahitnya sebuah kata sabar. Bagaimana jikalau rasa sabar telah enggan menyapa jiwa yang rapuh?
Ketika pria bisa berbagi rasa, lantas wanita juga seharusnya pasti bisa. Namun, berbalas dendam jikalau hanya menyesatkan akal dan jiwa yang sehat pasti tiada berguna. Lebih baik berserah diri kepada Penguasa Alam agar senantiasa memegangi jiwa yang nelangsa.
Jikalau kondisi sudah meluluhlantakkan hati dan perasaan seorang wanitamu, pasti tak bisa diperbaiki. Jangan pernah meratapi kondisi yang mengecam. Menyesal itu selalu datang di penghujung waktu. Meskipun akal sehat telah bergejolak untuk tetap tidak mencicipi selingkuh. Akan tetapi, nafsumu jauh lebih kuat mengalahkan akal sehat untuk tetap berada dalam koridor ikrar suci yang sempat terucap di depan penghulu. Jika selingkuh sudah kamu reguk, bersiaplah menelan bibit racun perusak bahtera rumah tangga!