Menikah tanpa cinta sangat sukar untuk memadukan dua insan. Apalagi dipaksa menerima lamaran dari pria yang sudah senja usianya demi mahar fantastis. Menikah bukan sekedar memenuhi nafkah batin sebagai usaha untuk meneruskan keturunan atau pun ajang menyatukan dua hati maupun dua keluarga.
Bukannya Winda tidak mau untuk berbakti kepada sang ibu tercinta. Ataupun bukan karena dia tidak mau mengikuti sunnah rasul serta menyempurnakan agama. Namun, untuk menerima lamaran seorang pria yang ingin mempersuntingnya, harus sanggup menyediakan mahar jutaan rupiah karena permintaan sang ibu tercinta. Jika tidak ada, lebih baik mundur sebelum mendapat cibiran atau hinaan Bu Nadya.
Permintaan yang sungguh jauh diluar nalar manusia itu lah akhirnya Winda menjadi perawan tua. Apakah winda mampu menerima hinaan yang dilontarkan tetangga ketika bersua di sungai, kedai ataupun di tempat umum lainnya? Atau dia putus asa dan terpaksa menerima saham terlebih dahulu agar mendapat restu dari wanita yang mengandungnya?