Pesanggrahan Keramat: (with audio)

Ā· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 BuchĀ 1 Ā· Pantera Publishing
3.3
6Ā Rezensionen
E-Book
122
Seiten
Bewertungen und Rezensionen werden nicht geprĆ¼ft Ā Weitere Informationen

Ɯber dieses E-Book

MUNGKIN karena satu-satunya yang ada, kedai di sudut desa yang tidak terlalu besar dan sedikit kotor itu banyak didatangi para pengunjung. Beberapa ekor kuda tampak ditambatkan di sebelah samping kedai, memberi petunjuk jika pengunjung kedai itu bukan hanya datang dari kampung sekitar daerah itu saja, melainkan juga datang dari kampung lain.

Dari arah barat kedai, seorang pemuda terlihat melangkah pelan seraya memperhatikan keadaan sekitar yang dilewatinya. Beberapa kali kepalanya berpaling ke kanan kiri dengan mata sedikit dilebarkan, sementara mulutnya tak henti-hentinya bergumam tak jelas, seakan menunjukkan bahwa sang pemuda adalah bukan penduduk asli kampung itu.

Pemuda ini mengenakan pakaian putih dengan ikat kepala berwarna putih juga. Rambutnya panjang sedikit acak-acakan, sepasang matanya tajam dengan alis mata tebal dan hitam. Dagunya kokoh dengan hidung sedikit mancung. Sosoknya tegap dengan dada bidang.

Begitu sampai di halaman kedai, pemuda itu hentikan langkahnya. Sepasang matanya jelalatan ke sana kemari, lalu memandang lurus ke dalam kedai. Sejurus pemuda ini menghela napas panjang. Wajahnya jelas menampakkan keragu-raguan di hatinya, antara meneruskan langkah dan masuk kedai, karena beberapa kali pemuda ini melangkah mondar-mandir dengan mata memandang ke sebelah timur lalu berpaling ke arah kedai.

Setelah berpikir agak lama, akhirnya pemuda ini melangkah ke arah kedai. Di pintu masuk, dia hentikan langkah. Sepasang matanya menyapu ke ruangan di mana banyak para pengunjung sedang menikmati hidangannya. Bibir si pemuda mengulas senyum, namun sesaat kemudian berubah menjadi ringisan. Puas memandang ke seluruh ruangan, dia meneruskan langkah masuk ke dalam kedai. Anehnya, dia tak segera mencari tempat duduk yang kosong, melainkan terus melangkah ke arah dalam, di mana banyak pelayan kedai sedang menyiapkan makanan pesanan pengunjung.

Merasa ada orang tak dikenal melangkah hendak masuk ke dalam, pemilik kedai buru-buru menyongsong dengan senyum tipis. Dahinya berkerut dan memperhatikan pada sang pemuda dengan mata penuh selidik. Karena selain celingak-celinguk seakan mencari sesuatu, pemuda ini cengengesan sendiri. Sang pemilik kedai segera maklum, namun mau tak mau kepalanya menggeleng dengan mulut komat-kamit memperdengarkan ucapan tak jelas. Ternyata jari kelingking sang pemuda masuk ke dalam lubang telinganya! Hingga meski sendirian tak ada yang mengajak bicara, pemuda ini meringis dengan tubuh sedikit berjingkat!

ā€œMau pesan apa, Denā€¦?ā€ sapa sang pemilik masih dengan mata tak berkedip memperhatikan pemuda di hadapannya dari bawah hingga atas.

Sang pemuda menggelinjang sebentar, lalu tarik jari kelingkingnya dari lubang telinganya. Setelah memandang sepintas lalu, dia angkat bicara. ā€œBapak pemilik kedai ini?!ā€ ā€œHmmā€¦. Pemuda ini tuli apa kurang waras? Ditanya mau pesan apa jawabnya malah tanya balik!ā€ batin sang pemilik. Namun karena ingin segera menyambut beberapa pengunjung, sang pemilik anggukkan kepalanya.

ā€œMelihat banyaknya pengunjung, pasti pemilik ini sudah beberapa puluh tahun berjualan, dan bukan mustahil dia dilahirkan di sini, yang berarti hapal betul dengan daerah di sekitar tempat ini!ā€ si pemuda berkata dalam hati, lalu hadapkan wajahnya pada sang pemilik kedai dan berkata.

ā€œBapak tak keberatan menjawab jika aku tanya sesuatu?!ā€

Mendengar ucapan si pemuda, pemilik kedai kembali kernyitkan kening, namun wajahnya menunjukkan rasa tak senang. Tapi entah karena tak ingin membuat keributan atau agar si pemuda segera enyah dari hadapannya, pemilik kedai ini segera berujar.

ā€œSebenarnya ini kedai bukan tempat untuk bertanya, tapi untukmu, aku masih dapat mengerti, karena kulihat kau bukan penduduk daerah sini. Lekas katakan apa yang ingin kau tanyakan!ā€

Meski kata-kata sang pemilik kedai sedikit tak enak di telinga, si pemuda tak menampakkan raut wajah berubah. Sebaliknya makin tersenyum lebar dan balik menatap pemilik kedai yang saat itu tak lepas memandanginya.

ā€œDi mana letak bukit Sono Keling?!ā€

Mendengar pertanyaan sang pemuda, paras muka sang pemilik kedai berubah seketika. Kedua matanya membelalak, mulutnya terkancing rapat. Tubuhnya sedikit berguncang. Rasa takut tak dapat disembunyikan dari wajahnya meski sesaat kemudian, pemilik kedai itu sunggingkan senyum dan membuka mulut.

ā€œKau berniat menuju ke sana?!ā€

Si pemuda tidak segera menjawab. Dia masih menduga-duga dalam hati apa yang membuat perubahan pada paras orang di hadapannya. Namun tak dapat menemukan dugaan yang pasti, akhirnya pemuda ini anggukkan kepala, membuat sang pemilik makin dibuat heran bercampur takut.

Tiba-tiba si pemilik kedai melangkah maju. Serta-merta tangan kanan si pemuda digaetnya dan diajaknya ke dalam. Di pojok ruangan dalam, sang pemilik berhenti dan langsung ajukan pertanyaan.

ā€œAnak muda. Apa maksudmu hendak ke bukit Sono Keling?!ā€

ā€œHmmā€¦ . Aku tak boleh berterus terang pada siapa pun juga tentang apa tujuanku ke bukit Sono Keling,ā€ batin si pemuda lalu berkata.

ā€œAyahku sedang sakit. Aku disuruh mencari daun-daunan di bukit itu! Di mana letaknya bukit itu?ā€

Sejurus pemilik kedai memperhatikan seakan ragu-ragu dengan ucapan pemuda di hadapannya. ā€œKau tak berkata bohong?!ā€

ā€œHeran. Ada apa sebenarnya di bukit itu? Bukan hanya rasa takut yang tampak pada air muka orang ini, tapi juga banyak pertanyaan yang seharusnya tak ditanyakanā€¦,ā€ si pemuda kembali menyimpulkan apa yang dilihatnya, lalu menjawab pertanyaan orang dengan gelengan kepala.

Si pemilik kedai manggut-manggut. ā€œAnak muda. Kalau mau kuingatkan, sebaiknya urungkan saja niatmu menuju bukit itu. Lebih baik kau cari di tempat lain saja apa yang kau butuhkan!ā€

ā€œWah, hal itu tak dapat dilakukan. Karena aku telah mencobanya ke tempat lain, namun yang kucari tak kutemukan. Hanya di bukit Sono Keling adanya daun-daunan yang kubutuhkan itu!ā€

Si pemuda hentikan ucapannya sejenak. Ketika ditunggu tak ada sambutan dari orang di hadapannya, si pemuda menyambung kata katanya.

ā€œWajah Bapak berubah seolah takut. Ada apa sebenarnya di bukit itu?!ā€

Si pemilik kedai terdiam. Setelah menghela napas panjang dia berujar.

ā€œKau adalah salah satu dari beberapa orang yang menanyakan letak bukit itu padaku. Namun kau tahu, apa yang terjadi setelah mereka menuju ke bukit itu?!ā€

Sekarang si pemuda yang balik jadi terdiam. Bukan karena ingin menduga apa yang terjadi dengan beberapa orang sebelumnya, namun karena khawatir jika ada orang yang telah mendahului.

Melihat si pemuda tidak menjawab, si pemilik kedai menjawab pertanyaannya sendiri dengan suara sedikit bergetar.

ā€œMereka tak ada yang pulang kembali! Padahal mereka bukan orang sembarangan, karena beberapa di antaranya pernah terlibat bentrok di sini. Mereka semua rata-rata memiliki ilmu silat hebat!ā€

ā€œBagaimana kau tahu mereka tidak pernah kembali?!ā€

ā€œDi sebelah timur itu adalah satu-satunya jalan menuju ke bukit Sono Keling.. . , ā€ kata si pemilik kedai seraya angkat tangannya dan menunjuk ke sebelah timur. ā€œKalau mereka pulang kembali, pasti aku mengetahuinya, setidak-tidaknya salah seorang pelayanku tahu, karena kedai ini buka sehari semalam. Sementara jalan satu-satunya adalah jalan itu!ā€

Mendengar keterangan demikian, mau tak mau merinding juga kuduk si pemuda, malah mukanya berubah. Namun karena tekadnya telah bulat, keterangan si pemilik kedai hanya sebentar saja membuatnya dihantui rasa takut. Sesaat kemudian yang terlihat adalah semangatnya yang besar. Apalagi mendengar beberapa orang yang menuju ke sana belum ada yang pernah kembali, yang berarti mereka gagal mendapatkan apa yang dicari!

ā€œBapak tahu, apa yang mereka cari di bukit itu?ā€ Si pemilik kedai gelengkan kepalanya.

ā€œMereka tak mau mengatakan. Tapi dari sikap mereka, aku dapat menduga mereka mempunyai keperluan yang sangat penting sekali. Aku sendiri heran, apa yang mereka cari di sana? Padahal yang ada di sana hanyalah sebuah makam tua. Yang oleh orang-orang di sekitar sini dinamakan Pesanggrahan Keramat! Aku tak tahu, kenapa makam itu dinamakan demikian. Hanya menurut orang-orang tua, makam itu adalah makam seorang sakti yang telah meninggal pada beberapa ratus tahun yang silamā€¦. ā€œ

ā€œTerima kasih atas keteranganmu. Aku harus segera pergi!ā€ kata si pemuda, lalu putar tubuh dan hendak melangkah meninggalkan ruangan itu. Namun langkahnya tertahan karena si pemilik kedai berseru.

Tunggu! Apakah kau akan melanjutkan niatmu?ā€

Si pemuda palingkan wajahnya ke belakang. Bibirnya mengulas senyum. Kepalanya bergerak menggeleng.

ā€œSebenarnya aku ingin sekali ke sana, namun mendengar keteranganmu, aku jadi berpikir dua kali untuk meneruskan niatku. Apalagi aku hanya seorang yang tidak memiliki ilmu silat. Aku belum merasakan enaknya hidup, juga belum menikmati bagaimana rasanya berdampingan dengan seorang gadis cantik. Terlalu sayang jika harus mati sebelum menikmati semua itu. Bukankan begitu?"

Kali ini si pemilik kedai tersenyum lebar, senang karena keterangannya dituruti orang. Dia lantas melangkah menghampiri si pemuda dan berbisik.

ā€œApakah kau juga tak ingin menikmati makanan kedaiku?!ā€

Si pemuda menyeringai. Tangan kanannya bergerak merogoh bagian dalam pakaiannya seakan hendak mengambil sesuatu. Namun diam-diam dalam hatinya berkata. ā€œSialan. Sebenarnya aku juga sudah lapar, tapi apa yang akan kubuat untuk membayar makananmu?ā€

Mungkin menduga si pemuda sedang menghitung uang di balik pakaiannya, si pemilik kedai segera menyambung ucapannya.

ā€œAyolah duduk di sana. Kau akan menyesal pergi ke daerah sini jika tidak mencicipi makanan kedaiku! Harganya juga tidak mahalā€¦. ā€œ

Tiba-tiba sang pemuda bungkukkan tubuhnya dengan tangan kiri merangkap di depan perut. Wajahnya meringis kesakitan.

ā€œApa yang terjadi dengan dirimu?!ā€ tanya si pemilik kedai dengan terkejut.

ā€œDi mana tempatnya membuang hajat?! Perutku mulas sekali! Biasa penyakit lamaku kumat lagi! Murus-murusā€¦.ā€

Dengan memaki panjang pendek dalam hati si pemilik kedai angkat tangannya ke sebelah timur, jalan setapak yang menuju bukit Sono Keling.

ā€œDi situ kau akan menemukan sebuah parit kecil! Tumpahkan semuanya di situ!ā€ habis berkata demikian, pemilik kedai putar tubuh dan melangkah ke ruangan dalam seraya mengomel.

ā€œDasar pemuda geblek! Aku tahu, dia pura-pura. Padahal sebenarnya dia tak punya uang!ā€

Si pemuda hendak mengucapkan terima kasih, namun begitu berpaling dan dilihatnya si pemilik kedai telah ngeloyor ke belakang, pemuda ini meneruskan langkah dengan terbungkuk-bungkuk dan sebelah tangannya mendekap perutnya dengan wajah meringis.

Beberapa orang pengunjung kedai memandang ke arah si pemuda dengan pandangan heran bercampur geli. Karena meringisnya wajah si pemuda bukan karena perutnya yang sakit, namun karena jari kelingkingnya ditusuk-tusukkan pada lubang telinganya!

***

Bewertungen und Rezensionen

3.3
6Ā Rezensionen

Dieses E-Book bewerten

Deine Meinung ist gefragt!

Informationen zum Lesen

Smartphones und Tablets
Nachdem du die Google Play BĆ¼cher App fĆ¼r Android und iPad/iPhone installiert hast, wird diese automatisch mit deinem Konto synchronisiert, sodass du auch unterwegs online und offline lesen kannst.
Laptops und Computer
Im Webbrowser auf deinem Computer kannst du dir Hƶrbucher anhƶren, die du bei Google Play gekauft hast.
E-Reader und andere GerƤte
Wenn du BĆ¼cher auf E-Ink-GerƤten lesen mƶchtest, beispielsweise auf einem Kobo eReader, lade eine Datei herunter und Ć¼bertrage sie auf dein GerƤt. Eine ausfĆ¼hrliche Anleitung zum Ɯbertragen der Dateien auf unterstĆ¼tzte E-Reader findest du in der Hilfe.