Akhirnya, “Romansa Sepotong Malam” adalah senandika (solilokui) wacana diri, berkata tentang diri, mengungkap hasrat, melukis citra, mengudar gelisah, merawat luka, memeram rasa, dan segala wajah serta jenisnya.
Sony Sukmawan, menyukai puisi karena sejumlah alasan, yaitu (i) perkenalan berkesan kali pertamanya di kelas Sastra, Mata Pelajaran Sastra, Jurusan Bahasa (A4) SMA Negeri Lawang (1992-1995), (ii) perkenalan lanjut dan pertemanan serius terhadapnya di mata kuliah sastra, apresiasi sastra, kritik sastra (lanjut) di PS Pendidikan Bahasa dan Sastra S1-S3 Universitas Negeri Malang (1995-2014), dan (iii) pertemanan akrab dan intensif dalam menggumuli puisi lewat baca-cipta sepanjang studi dan seluang masa mengajar di SMA 5 Malang, SMA Nasional Malang, STKIP PGRI Pasuruan, dan FIB Universitas Brawijaya (1994-Sekarang). Meskipun “dengan puisi bisa mengutuk dan menangis”, (Kata Taufik Ismail), Penulis lebih menggunakan puisi sebagai sarana “bercinta dan berdoa” (menurut Taufik Ismail juga). Maka, sengaja atau tidak, romantisisme sangat memengaruhi gaya penulisannya. Bagi penulis, Romansa adalah jalan mudah untuk menikmati indahnya warna-warni nuansa pengalaman. Romansa juga jalan lumrah untuk mengingatkan kembali nostalgia masa sudah. Meskipun tidak banyak, buku kumpulan yang puisi pernah ditulisnya adalah Perlawatan Pelangi (2000) dan Mata Teduh (2010). Buku-buku di atas diciptakan kala itu tidak untuk diterbitkan, tetapi dimanfaatkan untuk mengenalkan puisi kepada anak didiknya dengan cara sekadar dibacakan di awal atau akhir pembelajaran/perkuliahan atau menjadi model dan media pembelajaran mencipta sastra.