Saya berkeyakinan bahwa perjalanan naik bis sering kali lebih dramatis daripada kendaraan angkutan massal lainnya, seperti kereta api, pesawat udara, atau kapal penumpang. Ngerem mendadak, menyalip, atau bahkan adu kambing dengan kendaraan yang lain, relatif hanya dapat kita rasakan jika naik bis. Saya membayangkan sebuah bis sebagai madrasah atau sebuah ruang kelas di dalam satu madrasah. Di sana, pelajaran kesejatian hidup maupun mental tempe para pecundang dapat ditemukan secara bersamaan. Di sana, manusia bakal tampil apa adanya. Tak ada sandiwara. Semua yang ditampilkan selalu apa adanya.
M. Faizi