Dalam The Art of Loving, Fromm menelisik soal kemampuan manusia untuk mencintai. Sementara, di buku ini, ia mengkaji secara mendalam tentang kemampuan manusia untuk menghancurkan, narsisme, dan fiksasi insestisnya. Masalah cinta kasih dibawa oleh Fromm ke dalam ranah baru dan lebih luas, yaitu cinta pada kehidupan. Fromm mencoba menunjukkan bahwa cinta semacam itu tidak bergantung pada apa pun, dan bahwa penanggulangan narsisme membentuk sebuah “sindrom pertumbuhan”, lawan dari “sindrom peluruhan”, yang dibentuk oleh cinta pada kematian, simbiosis insestis, dan narsisme yang ganas. Namun, terlepas dari semua itu, setelah membaca buku ini, kebanyakan orang menilai Fromm sebagai pendiri madzhab baru psikoanalisis, yakni neo-Freeudianisme.