Sementara Marsha, si pemilik kehidupan sempurna. Menawan, pintar, kaya, si bungsu kesayangan keluarga, tentu saja meragu atas keputusan papanya. Dia sadar betul, begitu papanya meminta, dia tak akan bisa menolak. Marsha yakin kehidupan barunya kali ini tak akan berjalan mulus seperti yang sudah-sudah, belum lagi dengan sikap Ibnu yang dingin kepadanya.
Seiring berjalannya waktu, di tengah kebingungan Marsha akan lingkungan baru, timbul rasa yang sulit dikenalinya. Dia yang tak biasa jatuh hati mulai panik saat perasaan itu dia yakini tertambat pada suaminya sendiri. Namun, gengsi yang membelenggu membuat Marsha berdiam diri tanpa tindakan, belum lagi kenyataan pahit yang diterima Marsha.
Akankah Marsha dan Ibnu saling mengakui perasaan masing-masing? Atau tetap berdiam diri dengan kesalahpahaman yang semakin menggerus pondasi yang sejak awal memang sudah rapuh?