Ucapan tenang pria itu membuat Camila panik setengah mati. Dilihatnya pria itu mengeluarkan ponsel dan Camila bisa dibilang menerjang ke arah pria itu.
"Jangan, kumohon jangan, Sir." Ia berusaha merebut ponsel pria itu dalam usaha putus asanya untuk menghentikan pria itu. "Tolong, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku... aku tidak mau dideportasi, Sir."
Ia tidak bisa. Camila tidak bisa kembali ke Mexico sekarang.
Rasa takut dan putus asa membuat Camila kini mulai terisak. Ia tak punya pilihan selain jujur. Dan memohon. Bahkan jika perlu, ia akan berlutut dan memohon maaf dari pria itu.
"Please... please, Mr. Davis. Aku tidak mau dideportasi."
"Kau sungguh wanita yang tak tahu malu."
Ya, Camila memang tidak tahu malu. Saat ini, ia tak punya hak untuk merasa malu.
"Aku salah. Aku bersalah, Mr. Davis. Aku tergoda memiliki sesuatu yang bukan milikku. Aku pantas dihukum. Aku akan menerima semua hukuman dari Anda, Sir. Tapi tolonglah, beri aku kesempatan. Aku ingin tetap bekerja di sini. Aku memang salah tapi aku menyesalinya, Mr. Davis. Aku sungguh-sungguh ingin mengembalikannya, percayalah padaku sekali ini saja." Camila memohon dengan terisak tapi ia tak peduli. Ia terdengar sangat menyedihkan tapi Camila memang menyedihkan.
"Please, Mr. Davis. Tolonglah aku sekali ini saja. Kasihanilah aku."
"Why should i?" tanya pria itu dingin. Iya, kenapa pria itu harus peduli pada Camila? Ia bukan siapa-siapa. Tapi satu kata dari pria itu bisa menghancurkan hidup Camila.
"Aku mohon, Mr. Davis. Aku mohon. Aku akan melakukan apa saja, semua yang Anda katakan, semua yang Anda inginkan, asal Anda tidak melaporkan hal ini ke perusahaanku dan juga pada polisi. Please... tolonglah aku, sekali ini saja. Aku akan selamanya berutang pada Anda jika Anda bersedia memaafkanku. Aku... aku akan melakukan apa saja, apa saja asal Anda mau melupakan kesalahan tololku ini, please. Dan aku bersumpah, aku tak akan pernah lagi melakukannya. Sungguh, aku tak bermaksud, Sir. Sungguh, percayalah..."
"Miss Gonzales..." Panggilan pria itu membuat Camila menatapnya kembali. Ia benci memohon dan mengemis seperti ini, merendahkan dirinya untuk diinjak-injak tapi jika itu satu-satunya cara tersisa, Camila tak peduli, ia akan melakukannya, berkali-kali, jika memang itu bisa memuaskan pria itu.
"Sebesar itukah harapanmu untuk bekerja di sini sampai-sampai kau rela melakukan apa saja?"
"Ya." Camila mengangguk. "Aku tidak ingin kehilangan pekerjaan ini, Sir. Apalagi... sampai dideportasi."
Pria itu kini mengangguk. Wajahnya yang tampan tampak menyimpan sesuatu.
"Kau akan rela melakukan apa saja?"
Camila kembali mengangguk.
"Kau bersungguh-sungguh?"
"Ya, Sir. Apa saja. Aku bersungguh-sungguh."