-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Daftar Isi
Bara Asmara di Atas Pesawat—1
Bara Asmara di Sydney—33
Bara Asmara di Negeri Sakura—73
*
Sinopsis
Berawal dari pertemuan diatas pesawat menuju Aussie, Liana dengan mudah jatuh hati pada pria yang duduk disebelahnya. Meski sudah berumah tangga dan memiliki 2 anak, hal ini tidak menyurutkan keinginan Liana memenuhi nafsu liarnya yang selama menikah terpendam. Obrolan biasa berlanjut dengan obrolan-obrolan yang menjurus dan diakhiri dengan saling meraba dan memuaskan gelora nafsu yang membara.
Nampaknya mereka berdua sudah dimabuk syahwat yang menggelora, pertemuan demi pertemuanpun terjadi baik di Aussie maupun di Negri Sakura hanya demi kepuasan semata.
*
Pratinjau
Perjalanan tali cinta antara aku dan Yonash ini sangat tidak kusangka sebelumnya, aku merasa bahwa hidup perkawinanku kuanggap normal saja bahkan aku merasa ‘happy married’, namun malang dan untung dari perjalanan hidup manusia itu tak bisa kita perdiksi sebelumnya.
Pangil saja aku Liana, tubuhku ramping tinggi badan 161 cm dan dadaku penuh, pinggul dan pantatku bulat keras, kulitku bersih cenderung agak olive, domisiliku di kota di negara bagian New South Wales Australia. Sejak aku masih muda usia kota ini telah menjadi tempat tinggalku.
Kepergianku sementara dari kotaku ini adalah karena suamiku minta ditemani sementara, berhubung suamiku sedang menghadapi masalah mengenai businessnya di Indonesia, 18 bulan aku tinggal di Indonesia, hingga meletuslah ‘Reformasi’ dari mahasiswa dan tergulingnya rezim lama. Adanya ‘geger’ ini, anak-anakku di Aussie menangis menginginkan aku kembali ke Australia saja, mereka meminta aku untuk menemaninya lagi.
Seminggu kemudian aku berangkat kembali ke Australia, seperti biasa suamiku mengantarkan sampai bagian terdalam dari Airport Cengkareng atau dikenal dengan nama Airport Sukarno-Hatta, tak terjadi apa-apa diantara kami semuanya masih biasa, aku dekap suamiku dan kucium pipi dan bibirnya, tanda rasa kehilanganku melanda, akan ‘perpisahan’ yang mungkin akan relative lama ini. Tak lupa suamiku selalu mengingatkanku untuk mengurus anak-anak dengan baik dan jaga diri baik-baik, seperti biasa suami memesankan kepada istrinya, semuanya ini aku jawab dengan anggukan dan linangan airmataku yang tak tertahan.
Segera setelah pemberitahuan dari krew pesawat yang mempersilahkan para penumpang untuk naik kepesawat, suamiku melepas pelukannya dan mengecup kening dan bibirku yang terahir saat keberangkatan itu. Kugenggam tas tanganku dikiri dan satu tas kecil lagi isi oleh-oleh yang tidak terlalu berat sekali di tangan kananku, aku berjalan menapaki lorong kecil menuju ke pesawat.
Setelah mendapat petunjuk pramugari dimana aku harus duduk, aku menuju kenomor yang telah ditentukan, sisi kiri paling depan di bagian kelas ekonomi, di pinggir jendela. Aku berjalan lurus, sementara didepanku adalah orang yang agak gemuk, karena terhalang pandanganku aku berusaha menembus pandang lewat sela-sela badan sebelah kirinya, tepat didepan tempat duduk yang akan aku tuju orang lagi2 gemuk itu berhenti, akupun berhenti sambil menerobos pandanganku kearah bakal tempat dudukku.
Kali ini mataku tertegun beberapa detik, karena melihat orang laki-laki seumuranku sudah duduk ditempat duduk di sebelah tempat dudukku. Rupanya diapun memandangku dan beradulah pandangan kita berdua beberapa saat, sinar yang bening penuh gelombang setrum ber beban watt yang tinggi tembus ke jantung hatiku, aku terpaku sejenak sambil menunggu orang gemuk tersebut lewat.
Setelah orang yang gemuk itu berjalan lagi, kembali aku ganti berhenti ditempat orang gemuk tersebut berdiri sambil mengamati nomorku, tiba-tiba seorang di depanku, dalam keadaan setengah duduk, menanyakan akan nomor tempat dudukku, dia menawarkan mengangkat tas oleh-olehku untuk dinaikkan dikompartmen atas, segera aku ucap kan terima kasih padanya.
Aku berbalik arah dan menuju ke tempat dudukku, langsung aku duduk.
“Permisi saya duduk disebelah anda”
Kemudian aku duduk ditempatku dengan menghempaskan tas tanganku, dilantai depan kakiku, sambil merilekskan badanku yang agak capek, letih dan sedikit tegang. Secepat itu juga aku mendengar sapaan orang sebelahku, dengan ramahnya.
“Waah kayak capek banget ya Dik, namaku Yonash”, seraya mengulurkan tangannya kepadaku, langsung aku jawab sekenaku.
“Iya nih, perjalanan yang panjang dan macet, bikin lelah otot dan tulangku, namaku Liana” dan kamipun berjabatan tangan.
Sewaktu aku berjabatan tangan dengannya, kembali darahku berdesir, terasa aliran aneh yang melanda tubuhku, dan sempat dadaku berdetup kencang, walau aku tahan dan aku simpan tidak aku perlihatkan kepadanya. Setelah itu kamipun terlibat dalam obrolan yang ringan-ringan, Yonash mengatakan bahwa kepergiannya keAustralia untuk training selama 6 bulan, sebelum meneruskan kenegara ‘Terbitnya Matahari’, untuk belajar mengambil Phdnya, profesinya adalah sebagai Guru Besar disalah satu Universitas dikota jawa barat. Aku pun menceritakan akan profesiku dan tujuanku kembali keAustralia untuk menemani anak-anakku dan mencari kerja kembali dikotaku.