-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Dikamar Kos Mardi—1
Mengintip Permainan Irene dan Andre di Kamar Sebelah—19
*
Sinopsis
Frans dan 4 orang temannya menemukan keasyikan tersendiri dikamar kost Mardi. Sahabat satu kampusnya itu ngekost ditempat yang tak ada peraturan jam malam dan campur cewek-cowok, dan dinding kamar yang berbatasan dengan kamar sebelah ternyata banyak lubang-lubang untuk mengintip.
Benar, tak lama berselang ada pasangan masuk dikamar sebelah, mereka bercumbu ditengah mabuk syahwat, yang membuat mata Frans cs terbelalak adalah wanita itu adalah Irene primadona kampus yang dikenal taat beragama, tidak mengenal pacaran dan aktif di kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, dan sang pria adalah Andre, sang playboy kampus.
*
Pratinjau
Mendung masih menggayut di luar sana, saat kualihkan pandangan dari mikroskop, keluar menembus jendela kaca besar yang tertutup dengan rapat dan gedung-gedung tinggi di kejauhan tampak samar-samar. Mungkin sudah turun hujan di daerah sana. Masih terasa dingin juga, walaupun di luar belum turun hujan.
Jam dinding di depan sana baru menunjukkan pukul 13:45, berarti masih ada sekitar 15 menit lagi sebelum jam praktikum ini selesai. Seluruh slide preparat sudah kupelajari dan rasanya tidak ada masalah. Seluruh jenis kuman yang ada sudah kukenal. Hanya memang ada 1 preparat yang mungkin sudah tua sehingga agak sulit untuk dilihat, namun akhirnya dapat juga, walaupun membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencarinya.
Tiba-tiba timbul rasa isengku untuk minta bantuan Caroline melihat preparat itu, soalnya pikiranku juga lagi suntuk, sekalian ingin memantapkan keyakinanku. “Carol, bantu gue dong. Ini preparat apaan sih? Gue susah nih ngeliatnya,” begitu pintaku pada dia. Caroline nama lengkapnya. Biasanya kupanggil Carol saja. Doi ini anak Surabaya asli. Tubuhnya lumayan besar tetapi cukup proporsional menurutku. Tinggi badannya sekitar 170 cm.
Sangat tinggi untuk cewek Indonesia dan yang pasti dia ini punya buah dada yang sangat besar menurutku, seperti buah kelapa mendekati pepaya. Nah, bingung kan Anda membayangkannya? Otak dia cukup lumayan berdasarkan pengamatan 2 tahun ini terhadapnya, soalnya dari angka-angka yang diumumkan pada tiap kali kami ujian, dia berada di rangking atas kalau tidak A, ya B.
Oh ya, sistem ujian kami adalah kenaikan tingkat, jadi tidak ada yang namanya SKS. Pokoknya pegang saja mata kuliah pokok dan lulus, maka kami dapat naik tingkat. Asal yang minornya tidak jeblok banget. Terus ada enaknya lagi kalau sudah lulus tingkat 2 pasti jadi, maksudnya jadi dokter. Tidak ada lagi DO (drop out). Mau kuliah 10 tahun, lima belas tahun atau sampai bosan. Tetapi sekarang sudah diganti kurikulumnya menjadi sistem SKS yang membuat semakin susah kali ya?
“Apaan sich.. sini!” pinta dia menanggapi permintaanku. Terus dia putar mikroskopku ke arahnya, soalnya dia duduknya di depanku, jadi kalau dia mau membantuku tinggal putar badan terus berhadapan. Hanya terhalang oleh ujung meja yang sedikit dibuat tinggi untuk meletakkan stop kontak dan reagen pewarnaan saja. Jadi dia membantuku memperlihatkan mikroskop itu sambil nungging.
“Busyet..,” tuch dada sekarang pas sekali bisa kulihat dari atas bajunya, soalnya dia memakai baju yang agak longgar terus menungging, jadi bisa terlihat dari ketinggian dengan leluasa. Tetapi kuperhatikan tidak ada bra-nya, terus turun ke bawah tetap tidak kelihatan ada bra-nya.