Pengalamanku Memijat Ibu Tia, Istri Pejabat: Kumpulan Cerita Romantis Dewasa Vol 87

Lovely Story Publisher
4.5
10 reviews
Ebook
129
Pages
Eligible
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

Dapatkan free ebook sinopsis dan pratinjau judul kami lainnya di:

-> -> bit.ly/andini-citras <- <-

*

Keunggulan Ebook ini:

- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab

- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia

- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar

- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera

- Bisa ganti jenis font

- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam

----------

Banyak juga pelanggan rutin yang hampir tiap hari Sabtu datang, dan ini didominasi oleh kaum ibu. Dan salah satunya adalah seorang ibu kira-kira usianya 36 tahun dengan wajah cukup cantik tetapi kulit tidak terlalu putih, tapi juga tidak terlalu hitam, sedang-sedang saja. Tinggi badan kira-kira 165 cm, cukup ideal untuk ukuran seorang wanita. Ukuran BH-nya belum kelihatan meskipun dilihat dari samping, karena dia selalu memakai pakaian blouse longgar, sehingga sulit untuk memprediksi ukurannya dari luar, entah kalau nanti dari dalam. Dan anehnya setiap dia datang, dia selalu meminta aku yang melayani untuk mencuci rambutnya, meskipun aku sedang ada pekerjaan mencuci rambut pelanggan lainnya. Bila perlu ditunggunya. Oh ya, rambutnya cukup lebat, hitam mengkilat (seperti iklan shampo di TV) dan kalau diurai, bukan main indahnya dengan potongan yang sangat bagus, dengan panjang sampai ke punggung. Hal itu yang membuat kecantikannya semakin bertambah, karena potongan rambutnya dibuat seperti potongan rambutnya Selena Gomez.

Penampilan sehari-harinya, rambutnya disanggul modern seperti layaknya istri seorang pejabat. Dia datang setiap hari Kamis jam 09.30, hampir selalu tepat. Seringkali minta dicreambath, tetapi kadang-kadang juga hanya cuci saja. Setiap datang, dia paling sedikitnya menghabiskan uang lebih kurang dua ratus ribu rupiah, ya untuk perawatan lainnya. Sampai suatu hari, hari itu hari Rabu pagi kira-kira jam 10.00, dia datang dengan tergesa-gesa masuk ke dalam salon sambil mencariku.

“Mana Rully, mana Rully..” katanya.

“Ya Bu.. Rully ada di sini”, sambutku sambil ketakutan, ada apa kiranya dia mencariku.

“Ah kamu, cepet cuciin rambutku segera, aku ada undangan nih. Udah agak terlambat.. maklum bangunnya kesiangan”, katanya.

“Rambutnya mau diapain Bu?” kataku.

“Cuma dicuciin saja kok”, katanya lagi.

“Baik Bu, di sini Bu..” kataku sambil menunjuk tempat duduk untuk mencuci rambut.

Dia langsung merebahkan tubuhnya ke kursi tersebut sambil menyibakkan rambutnya ke belakang, baunya wangi.

Aku mulai mencuci rambutnya sambil memijat-mijat kecil kepalanya, kemudian pipinya kuusap lembut dengan telapak tangan diiringi pijatan kecil. Hal ini sering kulakukan kepada pelangganku untuk merangsang syaraf rambut dan syaraf muka. Mataku dari atas kepalanya memandang tubuhnya yang telentang di atas kursi cuci. Oh, kelihatannya dia tidak memakai BH. Hal ini terlihat dengan tonjolan dari puting susunya. Memang kalau sedang dalam posisi berdiri tidak seorang pun yang dapat melihatnya karena bajunya yang longgar. Dengan kancing blouse bagian atas terlepas satu, aku dapat menangkap belahan dada yang terkuak keluar. Kelihatannya dia tidak menyadari akan hal itu, bahkan malah memejamkan matanya, menikmati pijitan kecilku, yang sudah sampai ke lehernya.

“Rul.. kamu udah lama kerja di sini?” tiba-tiba keheningan dipecahkan suara ibu tadi.

“Baru dua bulan Bu.. saya perhatikan Ibu hampir tiap minggu ke sini ya Bu?” namun pembicaraan ini tiba-tiba terputus.

“Aduh Rul.. itu jerawat kok kamu pijit, sakit dong!” katanya sambil meraba jerawat yang dengan tidak sengaja kupijit.

“Oh ini toh, maaf Bu saya nggak sengaja. Habis sembunyi tertutup rambut sih..” kataku.

“Ibu kok jerawatan sih? Anu ya.. nggak..” aku tidak berani melanjutkan, takut ibu itu marah. Tapi malah dianya dengan santainya yang melanjutkan.

“Kamu mau ngomong, nggak tersalurkan ya? Kamu memang nakal kok”, katanya acuh tak acuh.

“Rambut Ibu bagus loh, lebat dan hitam kayak yang di TV”, kataku mulai berani menggoda.

“Ah masak sih..” katanya tersipu-sipu.

Memang begitulah wanita kalau mendapat pujian atau godaan meskipun dari seorang lelaki pencuci rambut, perasaannya terbang menerawang nun jauh di sana.

“Rul.. bisa nggak sih kalau cuci begini dipanggil ke rumah. Kalau bisa kan enak ya.”

“Nggak berani Bu saya, nanti kalau ketahuan dimarahin. Cari kerja susah”, kataku.

“Kalau aku bilang bossmu gimana?” katanya tidak mau kalah.

“Terserah Ibu, “ kataku lagi tanpa bisa membela diri lagi.

“Zus.. Zus..” teriaknya langsung ke pemilik salon.

“Ada apa Bu?” jawab pemilik salon itu.

“Boleh nggak kapan-kapan aku cucinya di rumah saja. Nanti aku tambah biayanya”, katanya lagi.

“Waduh Bu maaf nggak bisa Bu. Soalnya kan masih banyak pelanggan lainnya, Bu. Betul-betul maaf Bu.. tapi kalau di luar jam kerja atau pas dia libur boleh-boleh saja sih”, kata pemilik salon.

Waduh, aku nggak bisa menolak deh. Bossku sudah mengatakan seperti itu. Aku nggak enak kalau mencuci di rumah, soalnya aku rasa nggak bebas, apalagi belum tentu ada kursi cuci seperti di salon. Kerjanya kurang enak.

“Tapi Bu.. di sini saja ya Bu..” pintaku.

“Kenapa? kamu nggak mau ya mencuci aku di rumah”, katanya dengan nada agak tinggi.

Waduh marah nih orang, biasa istri seorang pembesar kalau kamauannya tidak dituruti cepat ngambek.

“Nggak gitu Bu, kan di rumah nggak ada kursi seperti ini Bu..” kataku menolak dengan halus.

“Siapa bilang nggak ada.. kamu menghina ya.. kalo nggak mau ya sudah”, katanya semakin tinggi. Wah.. wah.. ini benar-benar marah.

“Maafkan saya Bu, saya nggak bermaksud untuk menolak permintaan Ibu. Tapi baiklah Bu, kapan Ibu mau Rully siap kok Bu..” kataku mengakhiri permintaannya.

“Nah gitu dong.. terima kasih ya Rull..” katanya puas.

Aku terus memijit bahunya dengan jari-jariku sedikit masuk ke dalam lubang leher bajunya, “Hmm.. enak di situ Rull”, suara itu keluar dari mulutnya yang mungil. Di situ aku urut agak lama, sekitar 15 menit. Belahan dadanya semakin terkuak saat jariku turun masuk. Dari sini aku dapat melihat dan memperkirakan ukuran buah dadanya, pasti ukuran BH-nya 36 entah A, B atau C, aku nggak perduli, yang penting buah dada itu sungguh besar meskipun sudah agak turun. Cuma sampai saat itu aku belum melihat putingnya sebesar apa dan warnanya apa.

“Bu sekarang sudah setengah sebelas loh Bu, Ibu mau berangkat undangan jam berapa?”

“Nanti aku dijemput bapak jam 11 persis”, katanya.

Aku berpikir, aku selesaikan 15 menit lagi kemudian mengeringkan 15 menit sambil merapikan, aku kira cukup, karena rambutnya hanya disisir dengan teruai alami saja, sehingga tidak perlu waktu banyak untuk menyanggul segala. Saat jam 11.00 tepat suaminya menjemput dan langsung pergi.

“Terima kasih ya Rull..” katanya sambil memberikan tip kepadaku, aku lihat uang lima puluh ribuan dua lembar. Aku bersyukur sekali karena uang sebesar itu pada saat itu sangat berharga. Hari itu rasanya cepat sekali berlalu. Aku pulang dari kerja jam empat sore, istirahat sebentar kemudian aku berangkat kuliah. Aku mengambil Fakultas Ilmu Komunikasi, yang tugasnya nggak begitu banyak.

Sampai di rumah jam sepuluh lewat lima belas menit, aku mencuci muka kemudian langsung beranjak ke tempat tidur. Mata rasanya mengantuk sekali tapi nggak bisa ditidurkan. Pikiranku melayang dan mengkhayal apa yang telah aku lihat pagi tadi. Buah dada yang masih segar, dengan warna coklat muda mendekati warna cream. Lama aku mengkhayal, dan akhirnya aku pun tertidur pulas.

Pagi harinya, sesampainya aku di salon, bossku menyampaikan pesan telepon dari ibu pejabat kemarin, katanya dia minta untuk dicuci rambutnya di rumah mengingat dia tidak ada kendaraan untuk jalan ke salon. Kalau aku kurang jelas supaya aku telepon balik ke sana. Aku pikir sedikit aneh, kemarin baru dicuci kok sekarang minta dicuci lagi. Tapi peduli amat, yang penting uang masuk kantong, pikirku. Kuputar nomor telepon yang diberikan oleh bossku.

“Hallo.. ini dari salon.. di Tebet, bisa bicara dengan Ibu.. aduh siapa ya namanya Ibu itu..” aku sedikit gugup.

“Ya halo.. oo.. dari salon.. dengan siapa nih.”

“Dengan Rully Bu..” kataku.

“Oh ya Rull, tadi Ibu telpon tapi kamu belum datang. Gini.. aku minta kamu datang ke rumah.. bisa? untuk cuci rambutku.. aku nggak ada kendaraan Rull”,

“Maaf Bu, kalau jam kerja ini nggak bisa.. sedangkan kalau sore saya sekolah Bu.. gimana kalau besok padi Bu, kebetulan giliran saya libur”, kataku.

“Aduh gimana ya.. tapi oke lah kalo nggak bisa.. besok jam berapa kamu datang?”

“Jam sembilan Bu.. ya lebih-lebih sedikit gitu..” kataku.

Esok harinya aku benar-benar datang ke alamat yang diberikan, di bilangan daerah Tebet juga. Rumahnya minta ampun besarnya. Pintu pagarnya tinggi sekali sehingga orang tidak bisa melihat aktifitas yang dilakukan oleh penghuni rumah. Aku jadi berpikir, dari mana uang sebanyak ini untuk beli rumah sebesar itu, sedangkan keluargaku untuk mencari biaya sekolah anaknya saja tidak mampu. Kupencet bell yang ada di samping pintu gerbang. Tidak berapa lama keluar seorang perempuan separuh baya membuka pintu, kelihatannya pembantunya.

“Cari siapa Dik?”

“Ee.. e.. Ibu..” aku nggak melanjutkannya karena aku belum tahu nama ibu pejabat yang kemarin. Aku juga bodoh, kenapa kemarin nggak aku tanyakan ke orang salon.

“Ibu Tia maksud adik..” katanya. Oooh, namanya Tia, baru tahu aku.

“I.. iya.. Mbak..” kataku sedikit gugup.

“Adik dari salon ya? udah ditunggu Ibu di dalam”, katanya.

Aku masuk lewat pintu garasi yang menuju ke bagian belakang rumah. Di garasi berjajar dua buah mobil bermerek, warna biru tua dan silver. Aku semakin minder saja melihat pemandangan tersebut.

“Kok sepi Mbak..” tanyaku agak heran mengingat rumah sebesar itu tidak ada penghuninya.

“Kami hanya berempat Dik.. Bapak, Ibu, supir yang kebetulan adalah suami saya sendiri dan saya sendiri.. sekarang Bapak sedang pergi ke Bandung diantar supir pakai mobil dinas.”

“Ooo..” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku terheran-heran.

Aku masuk ke belakang, ditunjukannya jalan menuju ke suatu ruangan. Di ruangan tersebut, kira-kira ukuran 5 x 6 meter persegi tersedia peralatan salon lengkap dengan dua buah kursi cuci dan satu buah pengering. Untuk apa barang sebanyak ini kalau tiap minggu tetap pergi ke salon, pikirku. Memang kadang-kadang orang kebanyakan duit jalan pikirannya kurang rasional, yang dipikirnya hanya bagaimana caranya menghabiskan duitnya. Tanpa berpikir bagaimana supaya duitnya bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkannya.

Nggak berapa lama, muncul Ibu Tia di belakangku,

“Pagi Rull..”

“Pagi Bu..” kataku agak kaget.

Ibu Tia pagi itu memakai pakaian senam warna cream dipadu dengan bawahan warna merah muda, dengan rambut digelung ke atas, sehingga menampilkan lehernya yang mulus dan tergolong panjang. Keringatnya masih mengucur dari tubuhnya, membuat tubuhnya makin menempel pada baju senamnya. Kelihatan lekuk tubuhnya yang menempel pada baju senamnya, terutama bagian dadanya, nampak tonjolan kecil yang kelihatan sedikit tegak. Sedang bagian bawah, membekas belahan kecil di antara selangkangannya.

“Kamu kok bengong Rull”, katanya memecah kesunyian.

“Ah nggak Bu.. saya cuma..”

“Cuman apa.. cuman ngeliatin gitu”, katanya terus terang.

Ibu Tia membuka gelungannya dan menyibak-nyibakkan rambutnya ke belakang sehingga tergerai lepas. Betul-betul potongan rambut yang sangat menggairahkan menyerupai potongan rambut Cindy Crawford.

“Sekarang kita mulai ya Rull..” katanya sambil merebahkan tubuhnya di atas kursi cuci. Dengan pakaian ketat seperti itu dan posisi rebahan seperti itu, kelihatan sekali kalau buah dadanya masih kencang diusianya yang 36 tahun. Buah dadanya masih mendongak ke atas dengan putingnya yang agak menonjol. Belahan dadanya terlihat di balik pakaian senamnya yang terbuka agak lebar di bawah leher. Aku termangu memandang pemandangan yang menggairahkan nafsuku sebagai laki-laki normal.

Kubuka kran air di wastafel yang telah disediakan khusus untuk cuci rambut, kumasukkan semua rambut yang panjang dan hitam mengkilap itu, mulailah aku mencucinya sampai beberapa menit. Aku lihat Ibu Tia memejamkan matanya sambil kedua tangannya bersedekap di bawah buah dadanya sehingga buah dadanya ketarik ke atas, membuat lebih jelasnya dua buah puting kembar di atas dua bulatan buah dada tersebut. Aku memandanginya sambil tanganku sedikit memberikan pijitan-pijitan kecil di kepalanya, setelah proses pencucian rambut selesai. Pemijitan mula-mula aku lakukan hanya di bagian kepala, kemudian turun di belakang leher, dan kemudian sampai di kedua bahunya.

“Nah di situ Rull.. enak Rull.. aku jarang pijat sih akhir-akhir ini..” katanya sambil matanya tetap terpejam. Sambil memijat bahunya, jari-jariku kucoba sedikit turun menuju belahan dadanya yang montok itu, sambil kuberikan pijitan kecil. Ibu Tia malah membusungkan dadanya sambil menghela nafas. Makin besar helaan nafasnya, semakin menonjol buah dadanya, dan semakin senang aku melihat pemandangan gratis ini. Aku coba lagi jariku lebih turun agak masuk ke dalam belahan dadanya, sambil terus melakukan pijitan kecil. Tapi pijitanku lebih cenderung meraba, karena saking lembutnya. Ternyata pijitanku tadi membuat Ibu Tia agak gelisah, mendongakkan kepala, menaikkan dadanya, menggeser posisi tidurnya dan lain sebagainya.....

Contents

Pengalamanku Memijat Ibu Tia, Istri Pejabat—1

Pengalamanku dengan Ibu Rini Istri Tetangga—43

Pengalamanku dengan Tante Is, Istri Muda Pak RT—79

Pengalamanku dengan Mbak Indah, Istri Muda Pak Sekdes—99

Ratings and reviews

4.5
10 reviews
Irsan San
April 28, 2024
sy.suda.kawin.untuk.penggalaman
Did you find this helpful?

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.