-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Sensasi Dipijat Heni, Gadis Desa yang Lugu —1
*
Sinopsis
Menjadi salah satu kebiasaan Roni untuk memijat di tempat pijat plus-plus, tujuannya bukan untuk mendapatkan plus-plus, ia hanya ingin mendapatkan sensasi dipijat wanita cantik itu saja tak lebih. Kali ini ia mendapatkan pemijat yang bernama Heni, seorang gadis desa yang masih polos dan lugu, namun justru karena kepolosan dan keluguannya ini, Roni mendapatkan pengalaman erotis yang akan memberkas seumur hidupnya.
*
Pratinjau
Salah satu cara favoritku buat ‘pameran’ dan masih kujalani dengan pola yang hampir sama sampai sekarang adalah ke Panti Pijat (PP). Tetapi sebelumnya, jangan membayangkan seperti yang sering orang bilang, yaitu tempat terselubung buat begituan. Terus terang aku tidak perlu yang begituannya, walaupun ditawari. Aku juga tidak pernah cari yang di daerah Kota, terlalu vulgar/langsung (tahu sendirilah bagaimana di daerah Kota itu). Selalu yang kutuju itu daerah pinggiran seperti Pasar Minggu, Depok, Kebayoran Lama, Cempaka Putih, dan lainlain. Umumnya yang pasang nama Urut Pengobatan Tradisional, tetap ada sih yang begitunya, tapi masih tidak terlalu to-the-point seperti di daerah Kota, sudah tidak seru lagi kalau begitu.
Enaknya, pemijatnya yang masih polos atau malu-malu. Kenapa aku senang ke panti pijat..? Selain badan jadi enak (karena dipijat betulan), juga terutama bebas berbugil ria tanpa khawatir resiko apa-apa.
Ini dia intinya.
Salah satunya yang terbaik adalah waktu aku pijat di daerah Lenteng Agung. Aku datang sekitar jam 14.00. Suasananya sepi (memang sengaja). Terus aku ke meja pendaftaran tamunya, yang jaga ibu-ibu.
“Mau pijat Mas..?” “Iya,” jawabku singkat.
Dia langsung mengajak masuk ke dalam untuk menunjukkan kamar, dan aku disuruh menunggu sebentar. Dia memanggil pemijatnya.
Rupanya panti pijat ini lumayan sopan, tidak menunjukkan album yang berisi foto pemijatnya untuk dipilih. Kalaupun disuruh memilih foto dulu, aku akan pilih yang wajahnya masih polos/biasa-biasa saja, syukur-syukur kalau lumayan manis. Paling tidak mau deh yang wajahnya seksi/merangsang atau berpengalaman, yang body-nya aduhai. Biasanya yang model begini pijatnya asal-asalan, tidak karuan, maunya cepat saja ditawar, terus selesai.
Apa-apaan nih, tidak seru. Bukan itu atau body yang kucari.
Tidak lama kemudian pemijatnya datang, cewek berumur sekitar 20 tahunan. Body dan wajahnya biasa-biasa saja tapi bolehlah, lumayan. Untung bukan model germo yang datang.
“Selamat siang nama saya Heni, pijat ya Mas..?” “Iya,” jawabku lagi-lagi singkat. “Bajunya belum dibuka..” katanya. Aku segera membuka baju dan celana panjang, tinggal pakai celana dalam saja. Dan aku langsung rebahan telungkup. Dia mulai memijat dari telapak kaki terus ke paha. Enak juga mijatnya, cuma agak kekerasan. Waktu kubilang, dia mengurangi tekanannya. Selanjutnya dia menawari mau pakai krim atau tidak. Aku setuju (sesuai skenario sih). Setelah mengolesi krim, dia mengulang pijatan dari kaki, naik ke betis dan ke paha. Sampai tahap ini, kulancarkan manuver berikutnya.
“Wah, celananya ntar kena krim enggak Mbak..?” “Oh, kalo gitu bisa dibuka aja, enggak apa-apa..” Ternyata, tahap kedua berjalan mulus. Sambil tetap telungkup, kuturunkan celana dalam pelan-pelan, terus dia membantu menarik sampai lepas di kaki. Aku sengaja melakukannya dengan proses yang pelan-pelan, tidak langsung ditunjukkan secara frontal, belum saatnya. Sambil dia bantu menurunkan tadi, kuatur posisi adekku mengarah ke bawah/belakang. Jadi kalau dilihat dari arah belakang (posisi telungkup dan kaki mengangkang), di pangkal paha akan kelihatan bijiku, terus ada yang menyembul sedikit di bawahnya (ya kepala/topi baja si dedek!). Dengan posisi ini, pasti waktu dia mijat sekitar paha akan menyenggol- nyenggol (he.. he.. he.., canggih ya skenarionya).
Aduh, udah mulai serseran hatiku. Soalnya walaupun baru sedikit, dia sudah mulai melihat barangku. Benar juga, waktu dia pijat sekitar paha dalam, biji dan si dedek tersentuh tangannya. Kontan ia terbangun terjaga dari lelapnya. Gimanaa gitu rasanya, apalagi membayangkan dia pasti lihat dari belakang si otong sudah bangun memanjang. Pijatan naik ke pantat. Pantatku dipijat pelan-pelan, diputarputar, diremas-remas. Wah, si otong makin kaku saja. Agak-agak sakit sih karena posisinya ketindihan badan, tapi mantap.