DAPAT dipastikan setiap kita mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya. Termasuk ibadah di bulan Ramadan yang kita lakukan ini, tentu semata-mata untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Sehingga pantas bila Syaikh Syarbashi pernah berkata, “Semua manusia yang hidup di dunia ini berlomba-lomba mencari kebahagiaan dan ingin bisa meraihnya walaupun dengan harga yang tinggi.” Demikian pun dengan pasangan suami-istri akan selalu berusaha mempertahankan nikmat kebahagiaan seperti yang pernah dirasakan pada awal-awal pernikahannya.
Mengapa spirit kebahagiaan ini harus terus kita tanamkan sejak awal pernikahan? Karena ada orang yang berpendapat kebahagiaan dalam ikatan rumah tangga itu hanya akan berlangsung seumur jagung. Bagian lain beranggapan, keindahan dan kebahagiaan cinta pernikahan tersebut hanya dirasakan pada saat-saat awal, pertengahannya adalah membosankan dan selanjutnya menyakitkan. Apakah betul demikian?
Ya, pada sebagian orang keadaan seperti itu, mungkin memang benar adanya. Bagi golongan ini, kebahagiaan rumah tangga yang awet dan tahan lama, kelihatannya benar-benar susah direalisasikannya. Namun, tentu berbeda bagi orang-orang yang orentasi cintanya benar-benar telah terpelihara dengan baik dalam hidup keseharian pernikahannya. Yakni, dialah orang-orang yang punya visi kalau kebahagiaan itu harus dinikmati secara bersama-sama dan bukan hanya untuk diri sendiri. Hal ini, sejalan dengan apa yang dikatakan F. Emerson Andrews, “Kebahagiaan, sebagaimana dikatakan sangat jarang dimiliki oleh orang yang mencarinya atau orang yang mencari kebahagiaan untuk diri mereka sendiri.”
Lalu, bagaimana agar kebahagiaan itu selalu ada dalam gengaman rumah tangga kita? Inilah tugas berat dalam membangun rumah tangga. Walau demikian, bukan berarti kita tidak bisa meraihnya. Sebab, sejatinya kebahagiaan dan ketidakbahagiaan manusia itu tergantung pada diri sendiri. Andy Stevenio, mengungkapkan kalau kebahagiaan itu tidak terletak pada apa yang kita makan, apa yang kita pakai dan berada di mana, tetapi kebahagiaan ada pada pikiran kita.
ARDADINATA, lahir di Indramayu, 28 Oktober 1973. Untuk memenuhi rasa haus akan ilmu pengetahuan, ia terus mengasah kebiasaan hobi hariannya dengan kegiatan membaca & menulis. Kegiatan dunia tulis-menulis ini, ia tekuni sejak duduk di bangku SMA Negeri 3 Indramayu. Lalu, kuliah di Akademi Penilik Kesehatan (APK) Kutamaya Bandung (1996). Tahun 2009, mendapat beasiswa dari Kementerian Kesehatan untuk kuliah pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro (FKM-Undip) Semarang. Dan tahun 2018 Lulus Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM Minat Kesehatan Lingkungan.