Riset menjadi alat penting pers untuk mempertanggungjawabkan penyelidikannya. Sebab, dalam pelaporan investigasi, pelbagai pihak dapat menuntut media karena, antara lain, pencemaran nama baik (libel). Buku ini memaparkan bagaimana kegiatan investigasi media itu memiliki banyak aturan yang mesti diikuti." DR. Deddy Mulyana, Pengamat Media, Penulis buku-buku Ilmu Komunikasi, dan Pengajar Ilmu Komunikasi " investigasi membutuhkan wartawan khusus. Tak semua wartawan bisa melakukan investigasi Tapi suka tak suka, wartawan yang bisa bikin investigasi, memang punya kemampuan khusus. Mereka lebih gigih, mereka lebih tak mudah menyerah, lebih biasa bekerja dalam diam, daya tembusnya lebih tinggi, punya kemampuan khusus misalnya akuntasi forensic, mobilitasnya lebih tinggi, kerjanya luar biasa lebih keras, kebanyakan bujangan sehingga punya waktu banyak, dan punya nasib baik (good luck)" - Andreas Harsono, Penanggung Jawab Majalah Pantau (ISAI); dan anggota Investigative Reporters and Editors Inc. (IRE)
SEPTIAWAN SANTANA KURNIA, lahir 6 September 1964 di Purwakarta, Jawa Barat. Kini menjadi pengajar jurnalistik di almamaternya, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung (Fikom- Unisba), sejak 1997 – sembari menulis puisi, artikel, bahan kuliah dan buku. Ia menulis buku JURNALISME SASTRA (Gramedia, 2002), dan buku how-to-do-it – feature dalam RENUNGAN PERKAWINAN (Pustaka Swara, 1999; bersama Alex Sobur).
Satu esainya meraih penghargaan III Sayembara Esai Sastra Indonesia dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2001 (Pusat Bahasa Depdiknas). Beberapa artikel dan esainya muncul di Majalah PANTAU, Jurnal MEDIATOR, Jurnal ISKI, Jurnal PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (Dikti), dan halaman-halaman opini suratkabar. Kini, menetap di Cicalengka, pinggiran timur kota Bandung, Jabar