Apakah Anda pernah mengakhiri kelas dengan pertanyaan “Apa ada pertanyaan?” dan kemudian mendapat-
kan suasana hening tanpa suara? Bila iya, Anda senasib dengan saya dan banyak guru lainnya. Bayangkan Anda bisa memilih masuk dan menyaksikan kelas di mana pun di seluruh Indonesia. Terserah Anda pilih kelas didesa atau di kota, di daerah pantau atau daerah kota. Apapun pilihannya, kemungkinan besar Anda akan menyaksikan alur kelas seperti ini: guru masuk kelas, guru memberi penjelasan, murid mengerjakan soal/tugas, guru mengakhiri dengan pertanyaan “Apa ada pertanyaan?” yang disambut dengan kesunyian. Mengapa ketika ditawarkan kesempatan bertanya, justru kebanyakan murid tidak bertanya? Ada berbagai kemungkinan. Murid sudah merasa paham materi pelajaran. Guru pandai memberi penjelasan. Murid takut bertanya karena akan diejek temannya. Murid sudah sangat ingin keluar kelas. Murid takut guru memberi respon negatif. Dan banyak lagi kemungkinan yang lain. Apapun kemungkinan yang terjadi di kelas, tantangannya tetap ada pada guru. Iya karena menjadi guru berarti memilih menjadi penyebab, bukan menjadi obyek penderita. Karena itu, penting bagi kita untuk fokus pada pertanyaan, bagaimana merancang pengalaman belajar yang diawali dari rasa ingin tahu murid dan diakhiri dengan rasa ingin tahu murid yang lebih besar?