Kesan pertama adalah pengungkit. Itulah pentingnya hari pertama
sekolah, pengungkit proses belajar dan interaksi positif antara
pelajar, guru dan orangtua.
Gerakan Hari Pertama Sekolah (HPS) sejak diluncurkan tahun 2015 terus membesar gaungnya di tahun
2016. Semakin banyak orangtua dan guru yang terlibat dalam gerakan tersebut. Meski demikian, ada
saja lontaran nyinyir semisal “disuruh mengantar tapi tidak disuruh menjemput anak”. Pertanyaan kritis
pun diajukan, apa hubungannya mengantar anak sekolah di hari pertama dengan perbuahan
ekosistem pendidikan?
Dalam beberapa tahun terakhir, peran dalam mendidik anak direduksi hanya menjadi peran sekolah.
Orangtua cenderung melimpahkan pendidikan anak ke sekolah. Pilih sekolah yang bagus dan selesai
urusan. Sekolah yang awalnya percaya diri berjalan sendiri semakin lama juga merasa limbung karena
bertumpuknya persoalan. Sekolah dan guru pun mulai menyuarakan tuntuan orangtua terlibat. Tapi dari mana pintu masuk keterlibatan orangtua ke sekolah? Cara-cara lama seperti komite sekolah
seolah hanya jadi janji manis karena banyak terhambat persoalan struktural, tanggung jawab yang
terlalu besar hingga perbedaan kepentingan. Kebuntuan tersebut dipecahkan oleh HPS yang
mengubah sejak pertama bentuk relasi orangtua - guru - sekolah. Alih-alih menjadi pihak yang
berseberangan, HPS menempatkan orangtua - guru - sekolah menjadi pihak yang berada pada sisi
yang sama, pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Tentu perubahan di awal tidak
langsung terasa dampaknya karena kualitas relasi tersebut masih menjadi modal awal bagi perubahan
pendidikan yang lebih baik buat anak kita.
Diskusi kami dengan Penggerak Komunitas Guru Belajar mencapai kesimpulan pentingnya hari
pertama sekolah. Bukan saja dalam membangun relasi dengan orangtua, tapi juga bagi guru dalam
membangun relasi dengan para pelajarnya. “Mendapatkan kepercayaan anak-anak terlebih dulu itu
penting buat saya. Juga mendapat kepercayaan dari orang tua mereka”, ungkap Hesti Wulandari.
Rizqy Hani menambahkan bahwa pertemuan awal diisi perkenalan guru dengan pelajar melalui
tulisan. Pelajar menulis impian jangka panjang, impian satu tahun, hobi, deskripsi diri, deskripsi
keluarga dan profil guru yang diinginkan. Dengan tulisan itu, guru bisa lebih memahami setiap pelajar
meski di kelas besar sekalipun. Lebih jauh lagi, Wiwit Sapitri menyatakan dua minggu pertama di
sekolahnya digunakan untuk membangun kontrak sosial kelas dan sekolah.
Ingin tahu serunya Hari Pertama Sekolah? Dalam edisi ini kami menampilkan kisah hari pertama
sekolah, tidak tanggung-tanggung, dari tiga negara, Indonesia, Jepang dan Jerman. Sekali lagi
membuktikan bahwa pentingnya hari pertama meski hal baru di Indonesia, tapi sudah menjadi tradisi
di dunia pendidikan di negara lain. Selamat membaca!