Setelah Empat Puluh Hari Kematian Istriku

Kalian tahu bagaimana rasanya ditinggal mati oleh istri? Meninggalkan beban berat,  meninggalkan tiga anak yang masih kecil-kecil, bahkan yang bungsu masih bayi  berusia dua hari?

Mayra pengkhianat! Mayra mengingkari janji suci kami. Mengingkari sumpah setia yang kami ucap di malam pertama kami. Sesaat sebelum  kain seprei ranjang pengantin menyisakan bercak noda darah. Darah malam pertama.

Mayra pergi setelah melahirkan buah cinta kami yang ketiga. Beban ini semakin berat, dengan pesan terakhir yang dia pinta.  Permintaan yang sedikitpun tak masuk akal bagiku.  Bagaimana mungkin aku bisa menikahi Hany, adik kandungnya. Perempuan cupu, kaku dan tak menarik itu. Jangankan untuk menikahinya, bertegur sapa saja dengannya aku enggan. Selama ini aku masih mau menyapanya, itu karena aku menghargai kakaknya. Sekedar untuk menjaga perasaan Mayra.

Penampilan Hany teramat kuno bagiku. Tubuhnya yang tak menarik itu dia bungkus sedemikian rupa, hingga tak berbentuk. Tak ada tanda-tanda, atau lekuk yang menunjukkan kalau dia adalah  seorang perempuan. Belum lagi jilbab panjang yang membungkus kepalanya. Disempurnakan dengan sikap kakunya. Kalau diajak bicara tak pernah mengangkat wajah, selalu menunduk. Dan aku tidak suka itu. Entah kenapa Mayra bisa berpesan yang sangat tak masuk akal itu.

Ikuti kisahku di dalam cerita ini, ya. Mohon dukungannya semua. Semoga pembaca semua suka, terima kasih banyak.