-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Pertunangan Anna—1
Aku Ingin Mas Rey Mencumbuiku—23
Maafkan Mas Rey, yang gak bisa nepatin janji—45
*
Sinopsis
Gombalan Rey ke Anna ternyata membekas dalam hati Anna yang sebenarnya juga berharap bahwa yang kelak duduk di pelaminan adalah Rey, bukan Alfi tunangannya, hingga Anna merasa bahwa Rey lah pria yang layak dipersembahkan tubuh indahnya untuk kali pertama, bukan Alfi yang kelak akan menjadi suaminya dalam hitungan minggu. Namun ditengah panasnya percumbuan, sebelum melangkah lebih jauh, Anna memaksa Rey untuk janji berkomitmen tidak sampai merusak kesuciannya. Bisakah Rey menjaga komitmennya?
*
Pratinjau
Sebulan sudah pertunangan Triana dengan Alfi berlalu, pertunangan yang sederhana dan hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat termasuk aku dan pacarku Milla. Tergambar rasa bahagia pada raut wajah mereka berdua, senyuman selalu tersungging di bibir Anna, begitu kami biasa memanggil Triana.
“Selamat ya, Fi..”
“Makasih Rey, lu cepet dong nyusul, kapan lagi gue rasa Milla juga udah ngebet tuh pengen kawin”
“Ah, elu bisa aja Fi, nyantai aja tau-tau gue udah ngeduluin elu, gimana?”
“Wah bagus tuh, kalo gitu oke deh gue tunggu..?”
Keceriaan terpancar di wajah Alfi, betapa tidak kini ia tinggal selangkah lagi untuk membawa Anna kepelaminan. Ya, Anna seorang gadis cantik yang selalu dikejar-kejar cowok seluruh fakultas tempat Anna kuliah, maka dari itu Alfi merasa paling beruntung setelah berhasil membawa Anna ke ikatan pertunangan.
Perkenalan Alfi dan Anna sendiri terjadi saat ia diundang oleh Milla pacarku pada perayaan ulang tahunnya setahun yang lalu. Sedangkan aku sendiri sudah mengenal Anna jauh sebelum itu, karena memang Anna dan Milla adalah teman satu kampus pada salah satu universitas di Jakarta. Ku akui Anna memang mempunyai sosok yang begitu sempurna dengan postur 165 cm dan berat yang ideal membuat tubuhnya proporsional, kaki jenjang dan wajah yang cantik. Kalau saja aku belum punya Milla mungkin aku juga akan berusaha mengejar Anna, tapi aku lebih menyayangi Milla dengan keceriaan dan kecantikannya yang tidak kalah bila dibandingkan dengan Anna. Milla memang lebih periang dibandingkan Anna yang agak pendiam, Anna paling hanya tersenyum bila kami berempat bercanda dan berkelakar.
Milla sendiri telah menjadi pacarku selama kurang lebih dua tahun dengan berbagai pasang surutnya masa pacaran. Pernah kami putus untuk beberapa waktu lamanya tapi akhirnya kami saling menyadari kesalahan kami dan mulai komitmen untuk pacaran lagi. Pernah juga kuajak Milla untuk bertunangan tapi Milla menolak karena ia belum siap, ia ingin menyelesaikan kuliahnya dulu baru berpikir untuk kearah hubungan yang lebih jauh
“Sudahlah Mas Rey, lebih baik kita pacaran kaya gini aja, aku gak mau kita tunangan tapi putus di tengah jalan, toh kita bisa melakukan segalanya kan?”
Begitulah bila aku mulai membicarakan pertunangan dengan Milla, memang selama pacaran kami telah melakukan hal yang lebuh jauh dan hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah resmi menikah. Tapi ini kami lakukan karena rasa cinta diantara kami dan Milla pun menyerahkan yang paling berharga dalam hidupnya sebagai seorang wanita dengan rela dan di dasari cinta diantara kami.
Untuk hal yang satu ini bagiku memang bukan yang pertama dengan Milla saja tetapi aku sudah pernah melakukannya dengan beberapa pacarku yang sebelumnya. Tapi dengan Milla aku menemukan sesuatu yang lain yang penuh arti dan penuh cinta dan aku kadang berjanji pada diri sendiri bahwa Milla adalah pelabuhan cintaku yang terakhir. Pertamanya kami hanya sebatas saling berciuman dan saling menjelajahi tubuh masing-masing, tapi pertemuan demi pertemuan kami mulai melangkah lebih jauh lagi hingga suatu ketika kami sudah bergumul di sebuah kamar hotel yang sengaja kami booking untuk bercengkrama.